Jawaban Prabowo Soal Politik Uang: Kalau Ada yang Bagi, Terima Saja
Bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto memberi pernyataan soal sikapnya atas fenomena politik uang yang kerap terjadi saat pemilu dan pilpres. Pernyataan itu disampaikan Prabowo saat menjadi salah satu narasumber dalam acara adu gagasan tiga capres yang disiarkan Narasi TV, Selasa (19/9).
Dalam dialog tersebut pada mulanya Najwa mengkonfirmasi pernyataan yang sebelumnya dilontarkan oleh Prabowo soal politik uang. Pada saat menyampaikan orasi di acara Milad 11 Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman pada Jumat (8/9) lalu Prabowo mengatakan agar masyarakat menerima jika ada yang bagi-bagi uang menjelang pemilu, tetapi pilihan tetap sesuai dari hati nurani.
Saat ditanya ulang oleh Najwa Prabowo kembali melontarkan hal yang sama. "Kalau ada yang membagi-bagi uang, terima saja. Itu juga uang dari rakyat kok. Kalau dibagi terima saja, tapi ikuti hatimu, Pilih yang kau yakin di hatimu akan berbuat terbaik untuk bangsa dan anak-anak," ungkap Prabowo.
Menurut Prabowo pernyataan itu ia lontarkan berkaca pada fenomena yang memang sering terjadi saat ini. Menteri Pertahanan itu menyampaikan menjelang pemilihan umum di Indonesia banyak orang menghalalkan segala cara. Salah satunya adalah dengan membagi-bagi uang.
Prabowo menilai praktik bagi-bagi uang menjadi hal yang jamak terjadi. Karena itu menurut Prabowo merupakan hal biasa kalau ada yang membagi uang dan masyarakat boeh mengambilnya.
Meski begitu Prabowo menegaskan bahwa ia sama sekali tak mewajarkan politik uang. Ia juga menekankan hal tersebut sama dengan menyogok.
“Sama sekali tidak. Maksud saya adalah tidak boleh ada politik uang, tapi kenyataannya kan orang menghalalkan segala cara akan melakukan itu. Kalau dia mau bagi-bagi uang, terima aja. Tapi jangan ikuti. Berarti nanti akan patah sendiri, lama-lama nggak mau dibagi lagi. Itu maksud saya,” ujar Prabowo mengklarifikasi pernyataannya.
Sementara itu, menurut Prabowo apabila rakyat Indonesia sulit dalam kebutuhan ekonomi, sebaiknya pemberian yang sudah diberi diterima saja. Meski begitu ia menekankan untuk memilih pemimpin sesuai dengan hati nurani dan tidak terpengaruh dengan uang yang sudah diterima.
“Sebaiknya jangan diterima, tapi kalau banyak rakyat kita yang sangat sulit hidupnya, ya terima. Yang penting dia tidak terpengaruh, jangan terpengaruh,” pungkas Prabowo.
Prabowo saat ini menjadi salah satu kandidat kuat calon peserta pilpres 2024. Ia telah mengantongi dukungan dari Koalisi Indonesia Maju yang terdiri dari Geridra, Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Bulan Bintang, Demokrat, dan Gelora untuk maju di pilpres.
Calon lain adalah Ganjar Pranowo yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Perindo dan Hanura. Sedangkan Anies Baswedan diusung Koalisi Perubahan dan Persatuan yang terdiri dari Nasional Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Dalam adu gagasan bersama Najwa Shihab yang berlangsung di Universitas Gajah Mada itu ketiga calon presiden hadir dan menyampikan gagasan secara bergantian pada sesi terpisah. Anies di urutan pertama diikuti Ganjar dan terakhir Prabowo.
Pahami Makna Suap
Sikap permisif Prabowo agar rakyat boleh mengambil uang yang diberikan politikus mendapat pro dan kontra. Apalagi pernyataan itu tak sekali saja diungkap Prabowo. Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah Castro meminta Prabowo Subianto untuk memahami makna suap dalam pemilu. Herdiansyah menilai Prabowo keliru karena gagal memahami esensi suap dalam pemilu (bribery).
“Apapun alasannya, pemberi maupun penerima secara simbiosis mutualisme terlibat dalam mata rantai politik uang. Pernyataan ini pertanda 'dangkalnya' pemahaman soal esensi politik uang,” ujar Herdiansyah seperti dikutip dari Antara.
Ia mengingatkan bahwa politik uang merupakan tindakan yang selama ini membuat ongkos politik elektoral di Indonesia sangat mahal (high cost politics).Menurut dia pernyataan yang disampaikan Prabowo itu secara tidak langsung justru permisif terhadap praktik politik uang, termasuk serangan fajar.
“Saya pikir Prabowo mesti belajar kembali bagaimana politik uang itu bekerja. Jangan sampai justru membuat politik uang makin subur,” ujar Herdiansyah lagi.
Lebih jauh dosen Fakultas Hukum ini mengatakan ia khawatir pernyataan permisif Prabowo soal suap justru akan berdampak semakin membuat kesadaran publik kian terbelakang. Dia khawatir publik akan terus terjebak dengan pragmatisme politik, siapa yg bayar maka akan dipilih.
Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menegaskan bahwa sikap masyarakat yang menerima serangan fajar atau politik uang adalah sikap koruptif. Menurut Ali, pihak yang membagi-bagikan uang tersebut pasti akan mencari cara untuk mengembalikan modal yang dikeluarkannya dengan cara korupsi.
"Kepada masyarakat, bahwa serangan fajar yang dimaksudkan, misalnya dengan bagi-bagi uang dan sebagainya dalam proses-proses yang sedang berjalan, itu tindakan koruptif," kata Ali Fikri.
Ali mengingatkan para politikus dan masyarakat untuk tidak terlibat dalam rantai korupsi. Selain itu menurut dia perlu ada kesadaran bersama mengenai bahaya dan dampak buruk perilaku koruptif.