Jokowi Sebut Data Digital Bisa Pengaruhi Sosok Capres 2029
Presiden Joko Widodo menyoroti pentingnya menjaga keamanan data digital masyarakat. Ia mengatakan data bisa mempengaruhi banyak hal mulai dari akses pasar hingga politik.
Jokowi mengatakan dirinya pernah mendapatkan masukan dari pakar digital. Ahli tersebut berpesan agar pemerintah berhati-hati untuk melindungi data-data digital.
"Kalau kita tidak memproteksi data-data digital, bisa-bisa nanti tahun 2029 yang menentukan (calon) presiden itu mereka," kata Jokowi saat memberikan pengarahan kepada PPSA XXIV dan Alumni PPRA tahun 2023 Lemhanas di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (4/10).
Meski demikian, Jokowi tak menjelaskan siapa pihak yang akan menggunakan data digital untuk kepentingannya sendiri. Ia hanya mengatakan data-data adalah emas dalam dunia diigtial.
"Karena ini eranya Artificial Intelligence (AI), big data, machine learning," kata Presiden.
Selain itu, Jokowi mengatakan potensi ekonomi digital Indonesia bisa menyentuh angka US$ 360 miliar atau sekira Rp 5.624 triliun pada 2030. Menurut Jokowi, angka tersebut bisa lebih tinggi mencapai US$ 720 miliar jika negosiasi perjanjian kerangka ekonomi digital atau ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) rampung pada 2025.
Dengan potensi besar itu, Indonesia harus menjadi produsen dan tidak boleh hanya menjadi pasar untuk produk perdagangan digital, terutama pada komoditas barang impor. "Menyiapkan pemain-pemainnya ini yang memerlukan kerja keras karena waktunya dibatasi oleh limit," ujar Jokowi.
Proyeksi geliat ekonomi digital dalam negeri terlihat dari jumlah pengguna TikTok Shop yang mencapai 123 juta akun dalam lima bulan belakangan. Kendati demikan, Jokowi memberi peringatan untuk lebih hati-hati dalam menggunakan platform transaksi jual-beli digital milik asing.
"Enggak mau saya terkena penjajahan di era modern, jangan mau kita terkena juga kolonialisme di era modern ini," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, penetrasi produk impor ke pasar dalam negeri umumnya menggunakan strategi penawaran harga yang lebih murah dari produk domestik. "Mungkin awalnya harganya masih Rp 5.000. Begitu sudah masuk dan ketagihan baru dinaikkan Rp 500 juta mau apa? kita sudah enggak bisa apa-apa karena sudah ketergantungan," kata Jokowi.