Pengamat Prediksi Dua Skenario Putusan MK Soal Usia Capres - Cawapres
Pengamat hukum dan tata negara Bivitri Susanti memprediksi dua kemungkinan putusan mengenai uji materi batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang akan dibacakan hakim Mahkamah Konstitusi pada sidang yang berlangsung Senin (16/10) mendatang. MK dijadwalkan akan membacakan putusan untuk 7 perkara berkaitan dengan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Bivitri memperkirakan pada opsi pertama MK akan menyetujui batas usia capres dan cawapres di bawah 40 tahun menjadi 35 tahun. Kemungkinan kedua, batas usia tetap 40 tahun tetapi ditambahkan frasa ‘atau pernah menduduki jabatan kepala daerah sebelumnya’.
Sebelumnya uji materi soal penurunan usia capres dan cawapres menjadi 35 tahun diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia. Sedangkan usulan penambahan frasa atau pernah menduduki jabatan kepala daerah diajukan oleh Partai Garuda dan politikus Partai Gerindra yang merupakan pendukung Prabowo di pilpres. Adapun koalisi pendukung Prabowo saat ini getol mengusulkan agar Gibran menjadi cawapres.
Dosen STHI Jentera itu berharap agar MK menyadari risiko politik yang akan dihadapi jika gugatan tersebut dikabulkan. “Saya ingin hakim-hakim MK menyadari risiko politik yang akan mereka hadapi, kalau MK sampai mengabulkan,” ujar Bivitri kepada Katadata.co.id seperti dikutip Jumat (13/10).
Prediksi itu menurut Bivitri didasarkan pada sejumlah fakta yang berkembang selama perkara bergulir di MK. Ia menyebut terdapat empat indikasi MK akan mengabulkan gugatan soal usia capres dan cawapres.
Indikasi pertama menurut dia adalah fakta bahwa MK memang telah terbiasa mengeluarkan putusan yang sangat kontroversial seperti putusan mengenai perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. MK juga mengeluarkan putusan menolak uji formil Undang-undang Cipta Kerja. Keputusan itu bahkan juga mendapat penolakan di internal hakim MK yang ditandai dengan adanya dissenting opinion dari hakim.
“Kontroversial dalam hal argumennya dan didukung oleh dari segi banyaknya hakim yang mengajukan pendapat berbeda itu sangat tipis ya 4 banding 5 biasanya, ada 4 yang punya pendapat berbeda,” kata Bivitri.
Indikasi kedua menurut dia adalah adanya benturan kepentingan yang sangat tinggi. Padahal menurut Bivitri sebagai lembaga independen, MK harus terbebas dari benturan kepentingan. Hal itu didasari pada status ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman yang merupakan adik ipar dari presiden Joko Widodo.
Hubungan keluarga yang dimiliki Anwar Usman kata Bivitri memiliki benturan dengan pihak yang akan diuntungkan langsung saat putusan tersebut keluar. Pasalnya, saat ini satu-satunya kandidat bakal calon wakil presiden yang akan berlaga di Pilpres 2024 dan berusia di bawah 40 tahun hanya Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra Jokowi.
“Jadi benturan kepentingannya luar biasa tinggi sebenarnya. secara etik seharusnya dia (Anwar) mundur,” ujar Bivitri lagi..
Kemudian, indikasi ketiga, beberapa waktu lalu Anwar pun sempat mengatakan bahwa saat ini merupakan gilirannya anak muda memimpin. Hal itu tak etis lantaran disampaikan Ketua MK saat menghadiri diskusi di sebuah kampus, di tengah kemelut gugatan batas usia capres dan cawapres.
“Itu melanggar kode etik karena menurut etik tidak boleh seorang hakim berkomentar apapun mengenai kasus yang mereka sedang hadapi,” kata Bivitri.
Kemudian indikasi terakhir, terdapat kabar penundaan putusan. Bivitri mengatakan, hal tersebut telah terverifikasi oleh investigasi yang dilakukan sejumlah media beberapa waktu lalu.
“Jadi empat indikasi itu mengantarkan saya pada prediksi bahwa sangat mungkin akan dikabulkan (pada sidang putusan) hari Senin,” katanya.
Uji Materi yang sedang bergulir di MK saat ini meminta ada perubahan atas pasal batas usia capres dan cawapres minimal 40 tahun yang diatur dalam pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu. Dalam gugatan perkara 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan pada 9 Maret 2023 itu, PSI meminta MK menurunkan usia capres menjadi 35 tahun.
Selanjutnya pada perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Garuda, terdapat penambahan frasa pengalaman sebagai penyelenggara negara. Penambahan frasa ini diminta dapat menjadi syarat alternatif selain usia minimum 40 tahun. Garuda merupakan salah satu partai yang telah menyatakan dukungan untuk Prabowo di pilpres.
Gugatan lain dengan perkara yang sama teregister dengan perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan dua kader Gerindra yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa. Gugatan itu mengajukan petitum yang sama dengan Garuda yaitu penambahan frasa.
Dilansir dari laman resminya, sepanjang tahun 2023 MK telah menerima 27 permohonan terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Permohonan terakhir yang diajukan kepada MK terjadi pada 18 September 2023 lalu oleh Gugum Ridho Putra. Namun pada Senin pekan depan, MK hanya akan membacakan putusan untuk 7 perkara.