Daftar Tokoh Penerima Gelar Pahlawan Nasional dari Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganugerahkan gelar pahlawan kepada enam tokoh nasional lewat Surat Keputusan Presiden Nomor 115-TK Tahun 2023. Jokowi mengundang sejumlah kerabat dan keluarga terkait ke Istana Merdeka Jakarta pada Jumat (10/11).
Keenam tokoh nasional yang mendapatkan gelar pahlawan yakni:
- Almarhum Ida Dewa Agung Jambe dari, Bali
- Almarhum Bataha Santiago dari Sulawesi Utara
- Almarhum Mohammad Tabrani dari Jawa Timur
- Almarhum Ratu Kalinyamat dari Jawa Tengah
- Almarhum Kiai Haji Abdul Chalim dari Jawa Barat
- Almarhum Kiai Haji Ahmad Hanafiah dari Lampung
Sekretaris Militer Presiden Laksamana Muda TNI Hersan mengatakan anugerah gelar pahlawan merupakan penghargaan dan penghormatan yang diberikan oleh presiden kepada tokoh terkait atas jasa luar biasa semasa hidupnya. Kriteria tersebut mencakup pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata, perjuangan politik, atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. "Masing-masing dianugerahi gelar pahlawan nasional," kata Hersan.
Sejumlah keluarga turut hadir dalam seremoni penganugerahan gelar pahlawan tersebut. Antara lain putera bungsu Abdul Chalim, yakni Kyai Haji Asep Saifuddin Chalim. Dia menjelaskan bahwa ayahnya merupakan salah satu pendiri ormas Nahdlatul Ulama (NU).
Almarhum Kyai Haji Asep Saifuddin Chalim juga pernah menuliskan kata pengantar untuk sebuah buku yang ditulis oleh Pendiri Sarekat Islam Haji Oemar Said Tjokroaminoto pada 1925.
"Dalam kata pengantar itu, beliau mengatakan 'saya diperintahkan oleh Allah untuk senantiasa memiliki sikap moderasi, menghargai pada siapapun, berkomunikasi dengan baik dengan siapapun, sama seperti halnya kami diperintahkan salat dengan tujuh anggota tubuh, kening tangan lutut dan kaki," ujar Asep saat ditemui usai acara.
Pria berusia 68 tahun tersebut berhadap anugerah gelar pahlawan kepada ayahnya dapat menjadi motivasi bagi dirinya, kerabat dan masyarakat umum untuk konsisten menjaga keutuhan bangsa dan negara.
"Semoga kemudian menjadi nasehat yang melekat agar kami bisa menjadi para pahlawan walaupun tanpa tanda jasa ke depannya," kata Asep. "Saya putera terakhirnya, nomor 15 dan satu-satunya yang masih hidup."
Sikap serupa juga diperlihatkan oleh puteri bungsu almarhum Mohammad Tabrani, Amie Primarni. Dia hadir bersama sejumlah cucu-cucunya. Wanita yang saat ini aktif sebagai Dosen Komunikasi dan Pendidikan Institut Agama Islam Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini menceritakan sosok ayahnya sebagai individu yang kerap menulis untuk menyampaikan gagasan.
Tabrani merupakan tokoh nasional yang ikut dalam Kongres Pemuda Pertama tahun 1926. Salah satu momen yang terkenal yakni saat Tabrani berselisih paham dengan Mohammad Yamin terkait penggunaan bahasa nasional.
Saat itu, Tabrani menolak usulan Yamin soal penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Sebagai Ketua Kongres dan juga jurnalis yang mempunyai kecakapan dalam berbahasa, Tabrani berpendapat bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
"Karena bagi bapak, tanah air dan bangsa Indonesia sudah ada. Lalu kita harus punya bahasa. Jadi kata bapak, ya harus ada bahasa Indonesia kalau kita mau jadi bangsa yang besar," ujar Amie bercerita.