PAN Tolak Pasal RUU DJK Soal Gubernur Jakarta Dipilih Presiden
Partai Amanat Nasional (PAN) menolak wacana penunjukan Gubernur Jakarta oleh Presiden sebagaimana tercantum dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan, PAN menilai penunjukkan Gubernur oleh Presiden merupakan langkah mundur.
"Kami dari awal menolak penunjukan gubernur. Itu adalah langkah mundur. Apalagi jika diterapkan di Jakarta dengan karakteristik penduduk yang lebih terpelajar dalam urusan politik," kata Saleh dalam keterangannya, Jumat (8/12).
Saleh mengatakan, tak hanya gubernur PAN juga berpendapat seharusnya walikota di wilayah Jakarta juga dipilih langsung seperti di daerah lain. "Ditambah pula dengan pemilihan legislatif pada setiap kota administratifnya. Ini diperlukan agar hak-hak demokrasi rakyat dapat disalurkan dengan baik," kata Saleh.
Ia mengatakan, pembahasan RUU DKJ adalah momentum paling tepat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam politik dan demokrasi di Jakarta. Menurutnya, dengan berpindahnya ibu kota negara, ada ruang yang lebih cukup untuk melibatkan masyarakat dalam menentukan legislatif dan eksekutif di semua tingkatan.
Saleh pun menegaskan, ketika pembahasan di Badan Legislatif, Fraksi PAN meminta para ahli di berbagai bidang memberikan masukan serta pandangannya. Hal itu menurut dia agar nantinya tidak ada persoalan sosiologis, ekonomi, budaya, dan politik yang muncul di kemudian hari.
Ia menyebut persetujuan yang diberikan PAN dalam rapat paripurna pada Selasa (5/12) hanyalah berkaitan dengan persetujuan pembahasan RUU lanjut sebagai inisiatif DPR. Namun menurut dia PAN belum menyetujui pasal-pasal dalam draft RUU.
"Sementara substansinya masih penuh dengan catatan. Itu yang nanti akan didalami lagi lebih lanjut bersama pemerintah dan berbagai elemen dan kelompok masyarakat lainnya," kata Saleh.
Saleh mengatakan, PAN meminta partisipasi publik dibuka seluas-luasnya dalam pembahasan selanjutnya agar lebih komprehensif. Polemik RUU DKJ mencuat setelah munculnya pasal bahwa gubernur Jakarta nantinya tidak dipilih melainkan ditunjuk presiden.
Rencana itu akan diberlakukan setelah Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota negara. Namun, usul itu menuai kontroversi lantaran dinilai merusak demokrasi. Pada saat RUU dibahas di badan legislatif usul penunjukan gubernur Jakarta oleh presiden sebelumnya disetujui oleh fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.