Koruptor Tak Juga Jera, Jokowi Desak DPR Sahkan RUU Perampasan Aset
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera membahas dan menyelesaikan rancangan undang-undang (RUU) Perampasan Aset.
Jokowi menilai pengesahan RUU Perampasan Aset dapat menjadi instrumen hukum yang efektif untuk memberikan efek jera sekaligus menekan jumlah praktik korupsi di Indonesia.
"Karena ini adalah sebuah mekanisme untuk pengembalian kerugian negara dan bisa memberikan efek jera," kata Jokowi saat menyampaikan sambutan Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Istora Senayan Jakarta pada Selasa (12/12).
Pembahasan RUU Perampasan aset saat ini masih jalan di tempat meski DPR sudah menerima surat dari Jokowi untuk dilakukan pembahasan. "Saya harap pemerintah, DPR dapat segera meyelesaikan UU perampasan aset tindak pidana ini," ujar Jokowi.
RUU Perampasan Aset sebetulnya telah melewati proses panjang. Usul pembentukannya dimulai sejak 2008 pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas inisiatif Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Jokowi menilai pengesahan RUU Perampasan Aset nantinya dapat menjadi alternatif bagi penumpasan tindak pidana korupsi. Alasannya, hukuman penjara kepada koruptor saat ini dianggap belum mampu menghadirkan efek jera.
Hal ini terlihat dari adanya 1.385 koruptor yang telah ditangkap dan dipenjarakan sepanjang 2004 sampai dengan 2022. Rinciannya adalah 344 pimpinan serta anggota DPR dan DPRD, 38 menteri dan kepala lembaga, 24 gubernur serta 162 bupati dan wali kota.
Tindak pidana korupsi juga menimpa 363 kalangan birokrat dan 415 koruptor sektor swasta. Selain itu, ada 31 hakim, termasuk hakim konstitusi yang juga terjerat dalam tindak pidana penyelewengan uang negara.
Ada juga penangkapan dan penahanan terhadap 8 komisioner dari sejumlah lembaga negara seperi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Komisi Yudisial (KY).
"Dengan begitu banyaknya orang, pejabat yang sudah dipenjarakan, apakah korupsi bisa berhenti? Berkurang? ternyata sampai sekarang pun masih kita temukan banyak kasus korupsi. Artinya perlu evaluasi total," kata Jokowi.
Jokowi menyebut korupsi merupakan kejatahan luar biasa karena dapat menghambat pembangunan dan merusak perekonomian bangsa. Oleh sebab itu, dia meminta adanya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pencegahan korupsi lewat pemanfaaan teknologi informasi terkini.
Dia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Polri untuk memperkuat sistem pencegahan, termasuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia alias personil aparat penegak hukum.