PDIP Singgung Calon Pemimpin Tak Boleh Punya Jejak Pelanggaran HAM
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyinggung perihal pemimpin yang tak boleh memiliki jejak pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Pernyataan itu disampaikan Hasto menanggapi situasi saat debat perdana calon presiden di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Selasa (12/12) lalu.
Menurut Hasto saat itu Ganjar Pranowo yang merupakan calon presiden yang didukung PDIP menunjukkan penguasaan panggung yang bagus. Hal itu dinilai Hasto menunjukkan kualitas kepemimpinan dari mantan Gubernur Jawa Tengah tersebut.
Hasto mencontohkan Ganjar bisa menggambarkan dengan baik mengenai isu berkaitan dengan Papua yang dimunculkan dalam debat tersebut. Menurut Hasto gagasan Ganjar menunjukkan adanya sikap tegas dalam menyikapi kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia atau HAM.
"Tentang tidak boleh adanya kekerasan. Maka seorang pemimpin tidak boleh punya rekam jejak pelanggaran HAM, yang mana itu bertentangan dengan prinsip-prinsip menjaga kehidupan itu," kata Hasto saat konferensi pers di markas DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat (15/12).
Menurut Hasto, seorang pemimpin juga harus pintar dalam menjaga etika dan tata bicara. Ia mengkritik calon pemimpin yang mudah terpancing dan melayangkan provokasi pada lawannya.
"Bagaimana mungkin akan jadi nakhoda Indonesia kalau pemimpinnya tidak tenang. Kalau pemimpinnya mencoba memprovokasi yang lain, kalau pemimpinnya tidak mengedepankan dialog," kata Hasto.
Hasto mengatakan, seluruh pendukung pasangan Ganjar-Mahfud yang terdiri dari PDIP, Partai Persatuan Pembangunan, dan Perindo menilai debat perdana itu menunjukkan kualitas kepemimpinan Ganjar yang dinilai tenang.
"Kualifikasi kepemimpinan Pak Ganjar dan Pak Mahfud untuk Indonesia karena mampu menguasai panggung, mampu menampilkan kedewasaan, menyampaikan ide-ide dengan baik, dengan penuh ketenangan tanpa emosi," kata ujar Hasto.
Sebelumnya Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono menilai debat pertama capres Pemilu 2024 pada Selasa (12/12) malam kurang menggali lebih dalam gagasan ketiga capres. Debat yang berlangsung dalam durasi 120 menit itu justru dinilai terkesan seperti arena tinju.
Arfianto menilai debat tersebut hanya seperti memfasilitasi calon presiden dan wakil presiden untuk saling jual beli serangan. Di sisi lain para kontestan tidak menawarkan visi, misi, serta solusi konkret untuk ditawarkan kepada masyarakat pemilih.
"Dari sisi hiburan, cukup menghibur; tetapi substansi yang sebenarnya ingin didapatkan, justru itu yang menjadi persoalan dalam debat perdana," kata Arfianto seperti dikutip Rabu (13/12).
Menurut Arfianto, para kandidat capres kurang menawarkan solusi konkret selama debat, khususnya dalam isu penegakan hukum, hak asasi manusia (HAM), dan demokrasi. Bahkan ia menilai, dalam debat sebelumnya, saat Joko Widodo menjadi capres lebih menawarkan solusi kepada masyarakat.