RI Didorong Bangun Laboratorium Forensik Nuklir Terintegrasi pada 2029
Indonesia diharapkan memiliki laboratorium layanan forensik nuklir terintegrasi pada 2029. Hal ini merujuk pada peta jalan dari Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Forensik nuklir adalah teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi asal-usul bahan nuklir atau zat radioaktif. Tujuannya untuk identifikasi sumber, sejarah, dan rute transfer, serta pertimbangan preservasi barang bukti.
Kepala Pusat Riset Teknologi Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif BRIN Syaiful Bakhri mengatakan, selama ini ada tiga pihak yang berperan dalam kegiatan forensik nuklir di Indonesia, yaitu BRIN, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI).
“Mudah-mudahan BAPETEN ikut menyambut keinginan dan harapan kami ini, agar kita memiliki laboratorium terintegrasi dalam kerja sama dengan BAPETEN, POLRI, Nubika, maupun pihak-pihak lain yang mungkin nanti akan terlibat,” kata Syaiful dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (16/12).
Ia menilai, forensik nuklir sangat dibutuhkan dalam menjaga keselamatan dan keamanan penggunaan bahan nuklir dan zat radioaktif di Indonesia. BRIN telah melakukan aktivitas forensik nuklir untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya masalah dalam penggunaan bahan nuklir atau zat radioaktif.
“BRIN sebagai pelaksana riset dan juga funding agency. Salah satu fokus riset inovasinya terkait dengan forensik nuklir. BAPETEN sebagai lembaga pengawas, dan POLRI sebagai penegak hukum,” ujar Syaiful.
Menurut Syaiful, BRIN memiliki sumber daya manusia (SDM) yang ahli dan sangat dibutuhkan dalam forensik nuklir. Dengan adanya ahli di bidang radiokimia, kimia analisis, keamanan nuklir, safeguard, maupun manajemen limbah bahan bakar nuklir.
“Ada juga pemodelan neutronik di Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir BRIN, dan metrologi radiasi di Pusat Riset Teknologi Keselamatan, Metrologi dan Mutu Nuklir BRIN,” kata Syaiful.
Raih Pendanaan Internasional
Selain didanai oleh internal, kegiatan forensik nuklir di BRIN juga mendapatkan pendanaan dari International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam bentuk program Coordinated Research Project (CRP). IAEA memberikan pendanaan tersebut dari 2013 hingga 2026.
Sementara itu, BAPETEN sebagai badan penyelenggara perizinan dan inspeksi di bidang ketenaganukliran berperan dalam penyediaan data pengguna.
Direktur Keteknikan dan Kesiapsiagaan Nuklir BAPETEN Zulkarnain bilang, BAPETEN memiliki data zat radioaktif dan bahan nuklir serta penggunanya di Indonesia. Data tersebut dipakai sebagai data utama library forensik nuklir.
Saat ini BAPETEN tengah mengembangkan regulasi terkait forensik nuklir dalam rancangan perubahan undang-undang (RUU) Ketenaganukliran, yang merupakan perubahan dari UU Ketenaganukliran Nomor 10 Tahun 2010.
Peran Forensik Nuklir
Kepala Bidang Kimia Biologi Forensik dari Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) POLRI Wahyu Marsudi menjelaskan, pihaknya berperan dalam melakukan pencarian barang bukti dan identifikasi awal.
“Jika sudah yakin bahwa barang bukti mengandung zat radioaktif, maka pengumpulan barang bukti terkontaminasi radioaktif dan pengamanan barang bukti akan dilakukan oleh lembaga yang lebih berkompeten, yaitu BRIN dan BAPETEN,” jelasnya.
Berdasarkan hasil dari BAPETEN dan BRIN, pihaknya akan berkolaborasi menuangkan dalam bentuk berita acara yang pro justicia. Selanjutnya, berita acara tersebut akan digunakan sebagai kelengkapan penyidikan untuk dibawa ke pengadilan.
Dalam kesempatan ini, Peneliti Ahli Muda BRIN Arief Sasongko Adhi memberikan contoh peran forensik nuklir dalam proses investigasi bahan nuklir atau zat radioaktif, yang kemungkinan disalahgunakan oleh pihak tertentu.
“Misalkan, ada bahan tak dikenal, tapi diduga itu radioaktif dan terkait dengan tindak pidana. Maka perlu diketahui itu apa, dari mana, bagaimana bisa sampai di sini, dan siapa saja yang terlibat,” ujarnya.
Untuk itu, forensik nuklir berperan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Hasil akhirnya adalah bukti formal yang bisa digunakan untuk penuntutan dalam proses hukum, atau disebut nuclear attribution.