In Memoriam Kuntoro Mangkusubroto: Panutan Kepemimpinan Saya
“Ambil keputusan sesuai hati nuranimu, maka itulah yang terbaik,” Kuntoro Mangkusubroto
Terlalu banyak hal baik yang bisa saya ceritakan mengenai pribadi kuat, sederhana dan berintegritas, yang wafat pada 17 Desember 2023. Prof. Kuntoro Mangkusubroto berpulang menghadap Sang Pencipta. Secuplik narasi yang saya tulis pun tak bisa merangkumnya, tapi saya bagikan dengan rasa hormat yang sangat tinggi kepada beliau.
Pertemuan awal saya dengan Pak Kuntoro terjadi 18 tahun lalu. Dalam kegamangan menentukan pilihan mau ke mana setelah menyelesaikan studi doktoral pada April 2005, saya dipertemukan dengan Dr. Kuntoro yang kala itu baru saja ditugaskan oleh Presiden sebagai Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias. Itu adalah pertemuan pertama saya dengan beliau.
Dalam pertemuan itu, beliau yang juga baru mengenal saya, langsung menawarkan sebuah posisi menjadi wakilnya untuk urusan rekonstruksi Kepulauan Nias. “Kalau you siap, besok kita berangkat ke Medan, ada pertemuan dengan tokoh Nias di sana. Setelah itu you pimpin dari Nias, saya pimpin dari Banda Aceh,” demikian Kuntoro, seolah menghipnotis saya dengan cara yang bersahaja.
Peristiwa 18 tahun lalu itu, kemudian merubah seluruh perjalanan hidup dan karier saya hingga hari ini. Dalam kurun waktu itu, Pak Kuntoro tidak hanya menjadi pimpinan saya, namun lebih dari itu ia adalah mentor, guru bahkan sahabat diskusi yang sangat dekat. Semua jabatan publik yang saya emban sejak saat itu sampai yang terakhir ini lahir dari dorongan dan hasil diskusi dengan beliau.
Karakter kepemimpinan saya dibentuk habis oleh Pak Kun. Dari beliau saya belajar strategi dan taktik memimpin hingga cara mengambil dan mengeksekusi keputusan. Saya bersaksi, jika saya boleh menjadi seperti saya hari ini, semua itu adalah karena motivasi sentral Pak Kuntoro.
“Willy, you instruct me on Nias. Saya kepala untuk Aceh, but on Nias I will follow you,” arahan seorang pimpinan yang sangat humble, rendah hati dan percaya sepenuhnya kepada orang pilihannya. “Ambil keputusan sesuai hati nuranimu, maka itulah yang terbaik.”
Dari situ saya mengerti kenapa Pak Kuntoro bisa berhasil dalam banyak jabatan publik yang membutuhkan pengambilan keputusan pelik. Teringat ketika di awal operasi tsunami di Aceh kami dikumpulkan di satu titik kerusakan terdahsyat, dan beliau berkata sambil mengangkat tangannya. “Jangan kotori tanganmu, karena hanya dengan hati, pikiran dan tangan yang bersih kita akan diperkenankan Tuhan membangun kembali Aceh dan Nias lebih baik.”
Pernyataan ini membekas betul, dan terngiang setiap kali ada penugasan dan bakti yang harus saya jalankan. Pak Kuntoro bukan hanya mengajarkan kita berintegritas, namun lebih dari itu beliau mempraktekkan dan memegang teguh prinsip hidup berintegritas hingga akhir hayatnya.
Empat tahun rekonstruksi Aceh dan Nias berhasil ditunaikan dengan baik. Selanjutnya adalah sejarah, Aceh-Nias menjadi model penanganan bencana bukan saja untuk Indonesia tetapi juga dunia. Salah satunya, pada saat upacara pembubaran BRR Aceh-Nias di Istana Negara, 16 April 2009, dengan bangga beliau melaporkan kepada Presiden SBY penugasan saya sebagai Utusan Khusus Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Penanganan Siklon Nargis di Myanmar, sebuah mega bencana dengan skala sebesar Aceh.
Saya senang membuat beliau bangga, dan saya berjanji kepercayaan beliau tidak akan saya sia-siakan.Pak Kuntoro memproteksi saya. Jabatan Special Envoy yang disematkan ke saya adalah hasil negosiasi antara Pak Kuntoro dengan Sekjen ASEAN saat itu Dr.Surin Pitsuwan.
“You need political shield Willy. You are alone on the ground there, then a special envoy post will protect you diplomatically in your operation,” demikian Pak Kuntoro menjelaskan pentingnya kombinasi antara diplomasi politik dan urusan teknis dalam penanganan krisis di Myanmar.
Kembali dari Myanmar, Pak Kuntoro menerima saya kembali dengan tangan terbuka. Ketika itu beliau telah menjabat sebagai Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), suatu unit kecil yang menjadi “nerve centre” Presiden dan Wapres dalam menjalankan pembangunan nasional.
Banyak terobosan kebijakan lahir kala itu, yang hingga saat ini menjadi bagian dari pemerintah di tingkat pusat maupun daerah. Bahkan di tingkat global, Pak Kuntoro membantu Presiden SBY dalam memimpin inisiatif perubahan iklim global serta inisiatif pemimpin dunia dalam menyiapkan kerangka pikir yang melahirkan Sustainable Development Goals 2030.
Pak Kuntoro jugalah yang mendorong saya untuk memimpin MRT Jakarta. Medio 2016, beliau menghubungi saya: “Will, Ahok lagi nyari orang untuk bereskan MRTnya. You coba aja!” Selanjutnya adalah sejarah, saya dipercaya menjadi nakhoda MRT Jakarta, membangun konstruksi MRT Fase 1, menginisiasi pengoperasian berstandar internasional, dan melanjutkan pembangunan Fase ke-2.
Pesan Pak Kuntoro saat itu sederhana. “Di sini tugasmu teknis, lurus tidak belok-belok, pastikan terowongan dengan terowongan ketemu!”
Saya paham maksudnya, jaga integritasmu, kerjakan dengan profesionalisme tertinggi. Selama mengomandoi MRT Jakarta, dari waktu ke waktu Kuntoro mengingatkan saya bagaimana menjaga relasi dengan semua pihak, termasuk dengan orang yang mungkin tidak akan pernah engkau perhitungkan.
Bahkan ketika sakit mulai menderanya pun, Pak Kuntoro akan selalu menunjukkan bahwa dia tidak apa-apa. Tidak pernah menyerah sedikitpun menghadapi penyakit yang dideritanya. Kami tahu ini bukan penyakit sederhana, namun untuk Pak Kuntoro itu bukan urusan untuk jadi pikiran orang lain. Beliau lebih senang menanyakan urusan kita-kita, bagaimana kerjaan, bagaimana keluarga.
Bapak, engkau meninggalkan banyak sekali jejak baik pada semua orang yang pernah berinteraksi dengan engkau. Beristirahatlah dalam damai. Tugas saya dan kami-kami adalah melanjutkan legacy Bapak; menjadi pemimpin berintegritas, menggunakan nurani, dan menjaga etika dan moral dalam berbangsa dan bernegara.
Selamat jalan, Pak Kun.
*William P Sabandar saat ini merupakan Komisioner di PT MRT Jakarta. Sejak Maret 2023 ia juga menjadi presiden komisaris di Interport Mandiri Utama (Interport Group) dan Chief Operating Officer di Indonesian Business Council