Berebut Pengaruh Para Capres di Organisasi Mahasiswa, Apa Dampaknya?
Dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yaitu Ganjar Pranowo - Mahfud MD dan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar bergerak ke kampus menangguk suara. Dalam beberapa hari terakhir mereka mengunci komitmen dukungan dari organisasi kampus kondang seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Himpunan Mahasiwa Islam (HMI).
Keluarga Besar HMI mendeklarasikan dukungan untuk pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies - Muhaimin di Swasana Ballroom Lippo Kuningan, Jakarta, Rabu (27/12). Sementara itu, Ikatan keluarga besar alumni dan aktivis yang tergabung dalam GMNI telah mendeklarasikan dukungan terhadap Ganjar-Mahfud di Gedung Serbaguna GBK Senayan, Jakarta pada Kamis (28/12).
Mengalirnya dukungan dari organisasi ekstra kampus dinilai menjadi angin segar bagi dua pasangan capres-cawapres tersebut. Sejalan dengan itu, dukungan yang dikantongi berpotensi menggugurkan rencana menang Pilpres satu putaran yang digaungkan oleh pasangan Prabowo-Gibran.
Peneliti lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad menganggap adanya dukungan GMNI ke Ganjar-Mahfud dan HMI ke pasangan Anies-Muhaimin merupakan sokongan yang muncul secara organik. Hal itu dapat dilihat dari rekam jejak Ganjar Pranowo yang pernah menjadi bagian dari GMNI saat masih menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada 1987. Sementara Anies bergabung ke HMI Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) saat dirinya menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi UGM pada 1990.
HMI MPO lahir dari perpecahan internal dalam kongres HMI ke-16 di Padang, Sumatera Barat pada Maret 1986. Kubu yang mengikuti aturan pemerintah rezim Orde Baru tentang asas tunggal Pancasila kemudian disebut HMI Dipo karena punya kantor Pengurus Besar di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Sementara yang tetap mempertahankan azas Islam menjadi HMI MPO.
Saidiman mengatakan bahwa Ganjar dan Anies bisa memanfaatkan GMNI dan HMI sebagai jembatan untuk meraup suara dari para pemilih. Langkah tersebut dapat berjalan apabila anggota tiap-tiap organisasi turut aktif dalam kegiatan sosialisasi dan kampanye ke basis pendukung masing-masing pasangan capres-cawapres.
"GMNI dan HMI bukan hanya mahasiswa, mereka itu organisasi mahasiswa tapi punya banyak sekali alumni di masyarakat. Ada juga yang menjadi politikus nasional dan daerah," kata Saidiman saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Kamis (28/12).
Perihal relasi GMNI dan Ganjar, Saidiman melihat dua entitas tersebut memiliki sejumlah kesamaan pandangan politik yang mengarah pada paham nasionalis. Kesamaan tersebut dapat menjadi peluang untuk mengamankan suara di wilayah basis kelompok pemilih nasionalis di Jawa Tengah.
Survei terbaru yang dirilis Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada Rabu (27/12) menunjukkan tingkat elektabilitas pasangan Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah mencapai 43,5%, mengungguli pasangan Anis-Muhaimin dan Prabowo-Gibran.
"Terkadang dukungan dari satu organisasi itu bukan karena deal-deal politik elit dengan elit, tapi mereka juga melihat kecenderungan massa dibelakang organisasi itu," ujar Saidiman.
Di sisi lain, Saidiman melihat dukungan HMI ke pasangan Anies-Muhaimin berpotensi memperkuat basis pemilih muda muslim dari kalangan kampus. Komposisi tersebut diperkuat dengan status Muhaimin yang pernah menjadi Ketua Umum PB PMII pada 1994-1997.
"Kalau bicara organisasi mahasiswa seperti HMI dan GMNI kecenderungannya pendukungnya dari sisi ideologi," kata Saidiman lagi.
Warna Baru Partisipasi Politik
Pakar Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati menyampaikan bahwa dukungan dari organisasi kemahasiswaan cenderung memiliki cita rasa yang khas. Menurut Wasisto, model dukungan tersebut tidak berdasarkan atas sikap politik praktis dan oportunis.
"Karena ini organisasi kader, keterikatan dengan politik praktis tidak terlalu mengikat karena fungsi-fungsi mereka lebih pada menjaring kader baru," kata Wasisto.
Dia mengatakan strategi merangkul organisasi kemahasiswaan punya dua dampak positif, yakni menjaring suara anak muda kampus kader organisasi dan alumni dari kader organisasi yang punya akses modal atau basis massa di tingkat akar rumput.
Satu di antara kader HMI yang mendukung pasangan Anies - Muhaimin adalah Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang pernah menjadi Ketua HMI Cabang Makassar tahun 1965–1966. "Basis anak muda anggota organisasi mahasiswa umumnya punya ideologi dan berpotensi menjadi basis pemilih loyal," ujar Wasisto.
Dukungan dari organisasi kampus kepada Anies dan Ganjar menurut Saidiman berimplikasi pada pencalonan Prabowo-Gibran. Menguatnya basis pemilih kritis di kubu Anies dan Ganjar dianggap sebagai salah satu batu sandungan Prabowo dalam gelaran dua Pilpres 2014 dan 2019.
Saidiman mengatakan bahwa pasangan Prabowo-Gibran harus melihat potensi pergerakan kelompok pemilih kritis yang mayoritas berada di lingkup akademisi dan organisasi kampus.
"Prabowo dua kali kalah dalam Pemilu secara tipis. Saya menduga sumber kekalahannya adalah isu pelanggaran HAM di masa lalu. Ada kelompok masyarakat yang kritis terhadap persoalan HAM," kata Saidiman.
Menurut Saidiman, sinyal tersebut harus ditangkap oleh Prabowo-Gibran meski sejumlah lembaga survei menampilkan elektabilitas mereka berada di posisi paling wahid di antara capres cawapres lainnya. Meski jumlah kelompok kritis sedikit menurut dia tetap menjadi elemen kunci apalagi bila terjadi persaingan ketat antar capres.
"Dan kalau dikatakan kenapa organisasi mahasiswa belum ada yang mau mendukung Prabowo-Gibran secara terbuka, saya kira hubungannya dengan rekam jejak Prabowo yang bermasalah soal HAM menjadi valid untuk menduga demikian."
Saat ini Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan hari pelaksanaan pemilu pada 14 Februari 2024. Adapun masa kampanye berlangsung hingga 10 Februari 2024 untuk selanjutnya ketiga pasangan berlaga memperebutkan kursi presiden dan wakil presiden.