Kontroversi Pembelian Jet Tempur Mirage 2000-5 Bekas Qatar
Pemerintah memutuskan menunda pembelian jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar dengan alasan keterbatasan fiskal. Calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo mempersoalkan rencana pembelian Mirage 2000-5 saat debat capres ketiga, Minggu (7/1).
Ganjar menilai jet tempur besutan Dassault Aviation Prancis tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan pertahanan Indonesia saat ini. "Kita tidak bisa lagi membicarakan tentang kebutuhan pertahanan tetapi membeli pesawat bekas," kata Ganjar.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto awalnya berencana membeli pesawat tempur Mirage 2000-5 dari Qatar, salah satu varian Mirage 2000. Tujuannya untuk mengisi kekosongan atau menutup gap kesiapan tempur TNI Angkatan Udara yang disebabkan banyaknya pesawat tempur TNI AU habis masa pakainya.
Namun, rencana ini tertunda. "Kapasitas fiskal kita terbatas dan belum bisa mendukung pembelian ini," kata Juru bicara Menteri Pertahanan RI Dahnil Anzar Simanjuntak, dalam siaran pers (4/1).
Rencana pembelian 12 jet tempur Mirage 2000-5 ini menuai kontroversi, karena beberapa pihak mempertanyakan pembelian jet tempur bekas AU Qatar ini.
Kontroversi Pembelian Mirage 2000-5
Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Jenderal TNI (Purn) Muhammad Andika Perkasa, mempertanyakan kecocokan Mirage 2000-5 sebagai jet tempur untuk mengisi gap atau kekosongan kekuatan matra udara dalam masa tunggu, sebelum jet tempur baru yang dipesan datang.
"Kehadiran Mirage 2000-5 justru akan menyulitkan adaptasi para pilot, maupun mekanik dalam memastikan operasional pesawat yang baru. Berarti mulai dari nol lagi," kata Andika, dalam acara Kabar Petang.
Selain itu, produsen pesawat Dassault Aviation, sudah tidak lagi membuat Mirage 2000, termasuk di dalamnya varian Mirage 2000-5. Hal ini akan menyulitkan Indonesia untuk melakukan perawatan jika nantinya memang akan mendatangkan jet tempur alutsista ini. Karena, ketersediaan suku cadang untuk pemeliharaan akan sangat terbatas.
Menurut Andika, jika Indonesia tetap memaksakan membeli 12 Mirage 2000-5 dari Qatar, maka biaya pemeliharaan yang dikeluarkan menjadi mahal. Karena, Indonesia harus mencari suku cadang di pasar gelap, atau di negara yang masih menggunakan jet tempur tersebut.
Ketersediaan suku cadang di pasar gelap jelas mahal. Sementara, negara yang masih menggunakan alutsista ini akan memprioritaskan persediaan suku cadang yang ada untuk armadanya.
Menanggapi hal tersebut, Dahnil mengatakan, jika Kementerian Pertahanan telah melakukan pembicaraan dengan Qatar, dan Dassault Aviation. Ia menjelaskan, kendala-kendala teknis yang diutarakan oleh Andika sebenarnya sudah memiliki penyelesaian setelah melalui pembicaraan dengan Qatar dan Dassault.
Rencana penundaan pembelian Mirage-5 ini murni disebabkan karena kapasitas fiskal Indonesia saat ini belum mumpuni untuk membeli jet tempur tersebut.
Mengutip Kompas TV, Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Universitas Paramadina Anton Aliabbas mengatakan, penundaan pembelian Mirage 2000-5 menunjukkan adanya ketidakcermatan dalam perencanaan proses pengadaan atau akuisisi alutsista.
Menurutnya, pemerintah seharusnya sudah memperhitungkan seluruh aspek baik dari kebutuhan pengguna, yakni TNI AU, manajemen risiko, serta kesiapan anggaran sebelum mengajukan penawaran.
"Dalam perencanaan pembelian alutsista seperti jet tempur, pemerintah dan TNI AU sebagai pengguna, seharusnya sudah menyertakan detail rencana program pemakaian, ketersediaan suku cadang, proses pemeliharaan serta perawatan, dan ketersediaan anggaran," ujarnya.
Sekilas tentang Mirage 2000-5
Mirage 2000-5 termasuk dalam keluarga varian Dassault Mirage 2000, yang merupakan keluarga pesawat generasi keempat. Jadi, secara spesifik, Mirage 2000-5 adalah pengembangan dari Mirage 2000C.
Mirage 2000-5 merupakan varian yang lebih canggih yang dikembangkan setelah pengalaman pengoperasian dengan model-model sebelumnya. Versi ini mengintegrasikan sistem avionik dan senjata yang lebih modern, termasuk radar radar doppler impuls (RDI), kemampuan serangan udara-ke-darat yang ditingkatkan, dan integrasi dengan rudal udara-ke-udara yang lebih canggih.
Dikembangkan oleh Dassault Aviation, jet tempur ini pertama kali melakukan penerbangan perdananya pada tahun 1991, menandai tonggak penting dalam kemampuan tempur udara Prancis.
Dilengkapi dengan sistem avionik dan senjata canggih, jet tempur ini memainkan peran penting dalam berbagai konflik sejarah, terutama varian Mirage 2000-5F. Secara umum, Mirage 2000-5 memiliki kemampuan multirole yang kuat. Artinya, pesawat ini mampu menjalankan misi udara-ke-udara, udara-ke-darat, dan pengawasan udara.
Selain digunakan oleh AU Prancis, Mirage 2000-5 diekspor ke beberapa negara seperti Yunani, Taiwan, Uni Emirat Arab, dan Qatar. Jet tempur ini menjadi bagian penting dari kekuatan udara beberapa negara tersebut selama beberapa dekade.
Pengembangan Mirage 2000 sendiri dimulai pada akhir 1970-an, sebagai bagian dari upaya untuk menggantikan pesawat Mirage III dan Mirage V yang sudah tua. Mirage 2000 dirancang sebagai pesawat tempur serbaguna dengan kemampuan serangan udara-ke-udara dan udara-ke-darat yang tinggi.
Prototipe Mirage 2000 pertama kali terbang pada 10 Maret 1978. Pesawat ini kemudian mengalami serangkaian uji penerbangan dan evaluasi untuk mengoptimalkan desain dan kinerjanya. Mirage 2000 pertama kali masuk layanan dengan AU Prancis pada awal 1980-an.
Seiring berjalannya waktu, model Mirage 2000 yang berbeda dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan berbagai pelanggan internasional, termasuk di dalamnya Mirage 2000-5.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan yang terus berkembang, produksi Mirage 2000 secara bertahap digantikan oleh Dassault Rafale yang lebih canggih.
Alasan Dassault Menghentikan Produksi Mirage 2000
Dassault Aviation tidak secara spesifik menghentikan produksi Mirage 2000-5, melainkan keseluruhan varian Mirage 2000. Keputusan penghentian produksi seri Mirage 2000 dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Kemajuan Teknologi
Teknologi penerbangan militer berkembang pesat, dan pesawat generasi baru sering kali menggunakan avionik canggih, sistem radar, kemampuan siluman, dan peningkatan kinerja secara keseluruhan.
Meskipun Mirage 2000 merupakan pesawat yang mumpuni, namun kemampuannya ketinggalan jaman dibandingkan dengan jet tempur yang lebih modern.
2. Mengubah Persyaratan Operasional
Mirage 2000 dirancang untuk memenuhi kebutuhan operasional pada masanya. Ketika prioritas geopolitik dan strategis bergeser, angkatan udara di seluruh dunia mencari pesawat dengan kemampuan berbeda, termasuk fungsionalitas multiperan, kemampuan peperangan elektronik yang ditingkatkan, dan interoperabilitas yang lebih baik.
3. Permintaan Pasar terhadap Model Terbaru
Dassault Aviation, seperti produsen kedirgantaraan lainnya, merespons permintaan pasar. Perusahaan ini memperkenalkan Rafale, pesawat tempur multiperan yang lebih canggih dan serbaguna, untuk menggantikan Mirage 2000. Rafale menggabungkan teknologi tercanggih dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan angkatan udara saat ini dan masa depan.
4. Fokus pada Produksi Rafale
Dengan diperkenalkannya Rafale, Dassault Aviation mengalihkan fokusnya ke produksi dan promosi pesawat tempur baru ini. Rafale telah menjadi produk andalan Dassault dan telah diadopsi oleh militer Prancis dan diekspor ke beberapa negara lain.
Penghentian model pesawat lama adalah praktik umum di industri kedirgantaraan ketika negara-negara berupaya mempertahankan angkatan udara yang modern dan mumpuni.
Keputusan untuk menghentikan produksi Mirage 2000, termasuk di dalamnya Mirage 2000-5, adalah bagian dari tren yang lebih luas menuju penggunaan jet tempur yang lebih canggih dan serbaguna untuk memenuhi kebutuhan pertahanan kontemporer.