6 Poin Sikap Megawati di HUT PDIP, Singgung Etik hingga Keadilan Hukum
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menggelar perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-51 di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (10/1).
Pada kesempatan itu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyampaikan sejumlah isu dalam pidato yang disampaikannya.
Dalam peringatan HUT PDIP itu Megawati menyinggung sejumlah isu yang menurutnya perlu menjadi perhatian. Adapun pada awal pidato Megawati sempat menungkit perihal tamu undangan yang hadir merupakan mereka yang ingin diundang untuk datang.
Megawati tidak menjelaskan maksud pernyataannya menyebut soal undangan. Ia juga tak menyinggung soal pernyataan Presiden Joko Widodo yang merupakan kader PDIP tetapi tidak diundang untuk ikut menghadiri perayaan HUT.
Kegiatan HUT juga diikuti oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang sebelumnya diusung PDIP bersama dengan Jokowi di Pilpres. Selain itu juga hadir ketua umum partai pendukung pasangan Ganjar Pranowo - Mahfud MD yaitu Ketua Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Mardiono dan Ketua Umum Perindo Hary Tanoe Soedibyo serta Sekretaris Jenderal Hanura.
Berikut beberapa poin yang disampaikan Megawati dalam pidato politik HUT PDIP ke-51
Megawati sebut pemilu bukan untuk langgengkan kekuasaan
Pada pidatonya itu, Mega mengatakan bahwa Pemilu bukanlah alat untuk melanggengkan kekuasaan. Ia mengatakan, di dalam Pemilu terdapat moral dan etika yang harus dijunjung tinggi.
"Pemilu bukanlah alat elite politik untuk melanggengkan kekuasaan dengan segala cara," kata Mega.
Mega lalu mengatakan bahwa kekuasaan memiliki waktunya sendiri dan akan berhenti jika telah usai.
"Kekuasaan akan berhenti, apa pun jabatannya. Kami sedih ya, nah, pencermatan saya akhir-akhir ini sepertinya arah pemilu sudah bergeser. Ada kegelisahan rakyat akibat berbagai intimidasi. Namun saya bersyukur ada kekuatan nurani yang berbicara," kata Mega.
Minta ASN, TNI, dan Polri netral di pemilu 2024
Pada kesempatan yang sama, Mega juga meminta Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri untuk menjaga netralitas dalam Pemilu 2024. "Di tengah arus gelombang menjaga demokrasi itulah maka kepada TNI, Polri, dan Aparatur Sipil Negara harus menjaga prinsip netralitas," kata Mega.
Di sisi lain Megawati juga mengkritik sistem pertahanan dan keamanan yang masih belum berorientasi pada laut. Padahal menurut Mega Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar sehingga harus mengembangkan sistem pertahanan berbasis lautan.
“Banyak orang sepertinya masih berpikir kita itu benua, no. the biggest archipelago in the world mustinya bangga, satu-satunya. Kadang saya lihat dari TNI, polri dan lain sebagainya masih diajari bahwa kita ini untuk pertahanan keamanan itu seperti memakai sistem benua,” ujar Mega.
Ia pun mengatakan hal yang ia sampaikan itu berdasarkan pada pengalaman setelah pernah menjadi presiden ke-5. Ia menyebut pengalaman di pemerintahan membuat ia paham mengenai sistem pemerintahan dan tata negara yang baik.
Megawati optimistis Ganjar - Mahfud menang satu putaran
Megawati dalam pidatonya juga meyakinkan para kader banteng bahwa pasangan calon Ganjar Pranowo-Mahfud MD dapat memenangkan Pilpres dengan hanya dengan satu putaran. Mengutip salah satu peribahasa, Mega meyakini bahwa kebenaran akan mengejar kebohongan.
"Jadi insyaallah kita akan menang satu putaran, siap?" Kata Mega disauti para kader yang hadir.
Ia mengatakan kemenangan Ganjar dan Mahfud merupakan bentuk dari kemenangan atas kebenaran. Ia menyebut segala sesuatu di alam telah diatur sedemikian rupa supaya terjadi keseimbangan termasuk dalam kepemimpinan.
Singgung pemimpin memecah belah karena mabuk kekuasaan
Megawati juga menyinggung kondisi politik pecah belah dalam pidatonya itu. Ia mulanya menyinggung mengenai devide et impera atau politik pecah belah sebagai salah satu peninggalan penjajah.
"Kalau bisa saudara sendiri dipecah belah, apalagi rakyat dipecah belah. Apalagi kalau pemimpinnya sengaja dengan yang namanya akal itu juga memecah belah. Karena apa? Karena mabuk kekuasaan," kata Mega dalam pidatonya.
Berdasarkan hal itu, Mega mewanti-wanti agar masyarakat berpedoman pada 'Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa'.
"Jadi tanpa pernah mundur sejengkal pun. Jadi Bhineka Tunggal Ika itu satu, berlain bersuku-suku, tapi satu jua," katanya.
Megawati ungkit tekanan pemerintah orde baru
Mega mulanya menggambarkan situasi partainya yang semula bernama PDI lalu berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Kemudian, ia lalu menceritakan kondisi saat rezim orde baru yang berkuasa selama 32 tahun di Indonesia.
"Apa yang telah kita alami selama 32 tahun rezim otoriter orde baru misalnya, itu ketika PDI, adalah gemblengan nyata terhadap ideologi keteguhan dalam semangat juang dan soliditas organisasi. Betapa hebatnya tekanan yang kita alami saat itu," kata Mega.
Menurutnya, tekanan yang dirasakannya bersama partainya kala pemerintahan orde baru berkuasa itu melahirkan semangat perlawanan di partai berlogo banteng tersebut.
"Melahirkan kultur perlawanan terhadap segala sesuatu yang berbau penindasan. Watak dan karakter inilah yang muncul spontan ketika kita melihat ketidakadilan, kemiskinan, dan diskriminasi," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Mega pun mengatakan bahwa PDIP bisa bertahan dan berkembang seperti sekarang bukan karena kekuatan elite maupun presiden. Namun, tambah Mega, karena kekuatan akar rumput.
"Camkan hal ini sebagai sebuah napas kontemplasi kita, 51 tahun kita bisa menjadi begini bukan karena elite, bukan karena presiden, bukan karena menteri, tapi karena rakyat yang mendukung kita," kata Mega.
Megawati ingatkan jangan lupakan rakyat
Dalam pidatonya, Megawati mengingatkan pengurus PDIP dan para tokoh untuk tidak melupakan rakyat dan akar rumput. Ia pun menyebut sebagai kader, para tokoh yang berasal dari PDIP harus rela menjadi petugas partai dan mengabdi pada sepenuhnya kepentingan masyarakat.
Megawati mengingatkan agar pemerintahan ke depan tetap menaruh perhatian besar kepada masyarakat. Ia mengingatkan agar cita-cita negara untuk melindungi orang miskin dan anak terlantar tetap menjadi perhatian.
‘Negara ini ditekan 3,5 abad oleh para penjajah, lalu sekarang para elitenya orang-orang yang berkelayakan melupakan yang namanya akar rumput yang namanya wong cilik yang masih sengsara yang tidak berkeadilan?” ujar Megawati.
Ia pun mengingatkan bahwa dalam sistem pemerintahan Indonesia setiap orang sama di mata hukum. Atas alasan itu maka hukum harus dijalankan dengan berdasarkan keadilan.
“Sekarang hukum dipermainkan, kekuasaan dapat dijalankan semau maunya saja, no, no and no,” ujar Mega.