Gerindra Sebut Narasi Larang Presiden Memihak di Pilpres Logika Salah

Ade Rosman
24 Januari 2024, 14:17
Gerindra
ANTARA FOTO/Rina Nur Anggraini/sgd/nym.
Wakil Komandan Echo (Hukum dan Advokasi) TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman (kiri) dan Wakil Komandan Alpha (Teritorial) Fritz Edward Siregar menyampaikan keterangan pers di Media Center TKN, Jakarta, Kamis (4/1/2024).
Button AI Summarize

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman membela Presiden Joko Widodo yang membolehkan presiden dan menteri menunjukkan dukungan dalam pemilihan presiden 2024. Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat itu mengatakan pernyataan Jokowi sudah sesuai dengan norma yang berlaku di Indonesia. 

Menurut Habiburokhman, seorang kepala negara berhak memberikan dukungan pada salah satu pasangan calon dalam kontestasi Pilpres 2024. Ia mengatakan jika Jokowi tak melanggar ketentuan hukum maupun prinsip etik jika menyatakan dukungan terhadap salah satu paslon.

"Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 mengatur bahwa setiap orang berhak untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya," kata Habiburokhman dalam keterangan yang dikutip Rabu (24/1).

Ia mengatakan, narasi presiden tak boleh berpihak merupakan asumsi yang sesat berdasarkan logika salah. Habiburokhman berpatokan pada Pasal 7 konstitusi kitab yang mengatur seorang Presiden bisa maju kedua kalinya dan tetap menjabat sebagai Presiden incumbent.

"Poinnya adalah Presiden boleh mendukung salah satu calon atau bahkan boleh maju kedua kalinya saat berstatus Presiden yang penting jangan menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya," kata Habiburokhman. 

Ia mengatakan Indonesia memiliki aturan yang ketat untuk mencegah presiden menggunakan kekuasaan yang menguntungkan dirinya atau calon yang ia dukung. Ketentuan itu menurut dia tertuang dalam Pasal 306 UU Nomor 7 tahun 2017. 

Dalam aturan itu secara umum disebutkan pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Aturan lainnya tertuang dalam Pasal 547 yang mengatur setiap pejabat negara yang membuat kebijakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun.

Halaman:
Reporter: Ade Rosman
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...