Ombudsman Temukan Dugaan Maladministrasi di Kerusuhan Rempang Eco City

Ira Guslina Sufa
29 Januari 2024, 15:53
kerusuhan Rempang Eco City
ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/nz
Anggota Brimob Polda Kepri yang tergabung dalam Tim Terpadu membersihkan pemblokiran jalan yang dilakukan oleh warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (8/9/2023).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Ombudsman RI merampungkan laporan investigasi atas kerusuhan yang terjadi dalam pembangunan proyek Strategis Nasional Rempang Eco City di Kepulauan Riau pada awal September 2023 lalu. Laporan hasil pemeriksaan (LHP)  yang berlangsung hingga awal Januari 2024 sudah diserahkan kepada lembaga terkait. 

 Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro mengatakan dari hasil investigasi atas prakarsa sendiri itu, Ombudsman menemukan adanya dugaan maladministrasi terkait apa yang terjadi di Rempang. “Maladministrasi yang berkaitan dengan kelalaian, penundaan berlarut, dan langkah-langkah yang tidak prosedural dalam konteks pengembangan Rempang Eco City ini,” ujar Johanes seperti dikutip Senin (29/1). 

LHP diserahkan kepada sejumlah lembaga antara lain Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Badan Pengusahaan (BP) Batam, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan Pemerintah Kota Batam. Laporan juga disampaikan pada Tim Percepatan Pengembangan Investasi Pengembangan Investasi Ramah Lingkungan (Green Investment) di Kawasan Pulau Rempang.

Menurut Johanes catatan korektif dari hasil investigasi Ombudsman sudah diserahkan pada masing-masing instansi. Kepada Polri, Ombudsman meminta agar kepolisian mengedepankan keadilan restoratif (restorative justice) am menyelesaikan perkara unjuk rasa tanggal 7 September 2023 dan 11 September 2023.

“Dalam waktu 30 hari ke depan, Ombudsman RI menunggu apa yang nanti menjadi tindak lanjut atau respons dari instansi-instansi yang kami sebutkan tadi dalam menindaklanjuti apa yang direkomendasikan oleh Ombudsman,” ucap Johanes.

Sementara kepada polri Ombudsman meminta agar bisa menggunakan temuan sebagai umpan balik atau feedback yang baik bagi warga masyarakat di Rempang. Pada masa mendatang kepolisian diminta tidak mengedepankan proses hukum melalui peradilan.  

Menurut Johanes, warga Rempang yang berunjuk rasa menolak untuk direlokasi sejatinya sedang memperjuangkan kepentingan mereka. Oleh sebab itu, Ombudsman meminta restorative justice dikedepankan.

“Kalau kita bicara soal kriminalitas, hukum pidana, mereka sejatinya sedang berusaha memperjuangkan apa yang menjadi kepentingan mereka untuk tetap bisa tinggal di sana. Namun kemudian, tentu kepolisian juga punya argumentasi kenapa tindakannya mengarah kepada penegakan hukum pidana,” kata Johanes.

Lebih jauh ia mengatakan Ombudsman RI menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN harus bekerja sesuai peraturan perundang-undangan yang ada. BPN juga diminta selalu mengedepankan prinsip non diskriminasi.

Ombudsman juga meminta Pemerintah Kota Batam untuk menindaklanjuti Surat Keputusan Wali Kota Batam Nomor KPTS.105/HK/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 tentang penetapan wilayah perkampungan tua di Kota Batam. Menurut dia sebenarnya persoalan legalisasi masyarakat yang tinggal di kampung tua sudah ada dalam kebijakan Pemerintah Batam. 

“Namun kemudian, menurut informasi dan data yang kami temukan, belakangan justru proses itu terhenti, tidak tuntas, dan muncul persoalan baru seiring dengan kebijakan proyek strategis nasional yang kemudian justru mengancam eksistensi mereka,” tutur Johanes.

Sementara itu, Ombudsman meminta  BP Batam agar mencarikan solusi terbaik bagi masyarakat yang masih menolak untuk direlokasi. Ombudsman berharap tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas solusi yang dilahirkan nantinya.

Reporter: Ira Guslina Sufa

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...