Analisis Pakar AS, Khawatirkan Demokrasi RI Bila Prabowo Jadi Presiden

Image title
1 Februari 2024, 17:24
Pemilu
Katadata/Hufaz Muhammad
Ilustrasi, calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto menghadiri Acara Dialog Capres Bersama Kadin di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Jumat (12/1/2024).
Button AI Summarize

Pakar Kajian Politik dan Keamanan Internasional dari Universitas Murdoch, Ian Wilson mengkhawatirkan terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia dalam Pilpres 2024 akan meniadakan sistem Pemilu demokratis di Indonesia.

Wilson mengatakan sejak lama Prabowo dan Partai Gerindra menolak sistem liberal-demokratis yang berjalan sejak Reformasi di Indonesia setelah lengsernya Suharto pada 1998. 

Dalam tulisan opini bertajuk 'An Election to End All Elections?', Wilson menyebutkan, bahwa Partai Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo berada di spektrum politik sayap kanan nasionalis. 

Prabowo hadiri kampanye di Banten
Capres nomor urut 2 Pilpres 2024, Prabowo Subianto (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/foc.)

"Gerindra menganjurkan kembalinya sistem berdasarkan UUD 1945 asli dengan membatalkan amandemen konstitusi yang mendukung pemilu demokratis, perlindungan hak asasi manusia, dan batasan masa jabatan presiden," kata Wilson dalam tulisannya, dikutip Kamis (1/2).

Wilson menjelaskan, pada akhir 2014, setelah Prabowo kalah dalam pencalonan pertamanya sebagai presiden, ia memimpin koalisi parlemen multi-partai yang mengesahkan RUU Pemilu. Mereka berupaya mengembalikan, meskipun untuk sementara, situasi sebelum 2005 yang memungkinkan penunjukan kepala daerah, termasuk gubernur oleh parlemen.

Setelah mendapat reaksi keras dari masyarakat, intervensi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berhasil memulihkan pemilu langsung. SBY, pada bulan-bulan terakhir masa jabatannya, mengeluarkan dua dekrit yang membatalkan upaya kudeta legislatif tersebut.

Tanda Bahaya Demokrasi Indonesia: Adanya Upaya untuk Mengilangkan Pemilu Langsung

Wilson mengatakan intrik elit politik untuk memperpanjang batas masa jabatan presiden dan mengurangi pemilihan langsung  merupakan upaya mengikis demokrasi pasca-reformasi.

Hal ini diperburuk dengan ambisi Jokowi yang hendak melanggengkan warisannya. Dia menyebutkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyerukan agar MPR diangkat kembali sebagai lembaga eksekutif tertinggi negara pada 2023.

Ketua DPD La Nyalla Mattalitti, berpendapat bahwa pemilihan presiden langsung telah menghancurkan kohesi nasional, dan harus digantikan dengan pemilihan presiden secara tidak langsung oleh anggota MPR, seperti yang dilakukan di era Orde Baru.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...