Kasus Korupsi PT Timah Ditaksir Rugikan Negara Rp 271,06 Triliun
Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) Kejaksaan Agung telah menetapkan dan menahan 11 orang tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 - 2022.
Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Bambang Hero Saharjo mengungkapkan, total kerugian akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam perkara tersebut mencapai Rp 271,06 triliun.
"Kalau semua digabungkan kawasan hutan dan non-kawasan hutan, total kerugian akibat kerusakan yang juga harus ditanggung negara adalah Rp 271.069.688.018.700," kata Bambang dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (19/2)
Bambang yang juga merupakan pakar forensik kehutanan menjelaskan, dalam proses penghitungan kerugian lingkungan tersebut dilakukan verifikasi lapangan serta pengamatan dengan satelit pada medio 2015 - 2022.
Berdasarkan pengamatan satelit serta verifikasi tersebut, didapatkan bukti yang menunjukkan adanya kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam tindak pidana tersebut. Aktivitas tambang timah pun dilakukan tak hanya di luar kawasan hutan, namun juga di dalam kawasan hutan.
"Kami merekonstruksi dengan menggunakan satelit pada tahun 2015 yang merah-merah ini adalah wilayah IUP (izin usaha pertambangan) dan non-IUP. Kami tracking 2016, 2017, 2018, 2019, 2020 sampai 2022, dilihat warna merah makin besar, ini adalah contoh saja," kata Bambang.
Bambang mengungkapkan, berdasarkan hasil penelusuran terdapat IUP di darat seluas 349.653,574 hektare. Data luas galian tambang di tujuh kabupaten tersebut totalnya 170.363,064 hektare. Salah satu wilayah dengan galian tambang yang cukup luas yakni Kabupaten Belitung Timur, yakni 43.175,372 hektare, sementara IUP-nya hanya 37.535,452 hektare.
Lebih jauh, Bambang mengungkapkan dari total galian di tujuh kabupaten Provinsi Bangka Belitung seluas 170.363,064 hektare tersebut, sekitar 75.345,751 hektare di antaranya berada di dalam kawasan hutan dan 95.017,313 hektare lainnya berada di luar kawasan hutan.
"Bahkan di taman nasional pun ada, yaitu seluas 306,456 hektare," kata Bambang.
Dari 170.363,064 hektare luas galian tambang tersebut, hanya 88.900,462 hektare yang memiliki IUP. Sisanya, 81.462,602 hektare tidak memiliki IUP. Bambang menyebut, total luas IUP tambang darat dan laut seliuas 915.854,625 hektare. 349.653,574 hektare IUP tambang darat dan 566.201,08 hektare IUP tambang laut.
Bambang mengatakan, perhitungan dilakukan setelah proses verifikasi tersebut. Perhitungan yang dilakukan merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran atau Kerusakan Lingkungan, sehingga dibagi menjadi kerugian lingkungan di kawasan hutan dan luar kawasan hutan.
Rincian Kerugian Negara
Taksiran kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah dalam kawasan hutan totalnya mencapai Rp 223,36 triliun dengan rincian biaya kerugian lingkungan Rp 157,83 triliun, kerugian ekonomi lingkungan Rp 60,27 miliar, dan pemulihan lingkungan Rp5,26 miliar sehingga totalnya Rp223,36 triliun.
Kemudian total kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di luar kawasan hutan (APL) mencapai Rp 47,70 triliun, bila diuraikan kerugian lingkungan Rp 25,87 triliun, kerugian ekonomi lingkungan Rp 15,2 triliun, dan pemulihan lingkungan Rp 6,62 miliar.
"Kalau semua digabung kawasan hutan dan luar kawasan hutan, total kerugian akibat kerusakan yang juga harus ditanggung negara adalah Rp271,06 triliun," kata Bambang.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi mengatakan, perhitungan lingkungan atau ekologi yang dihitung Bambang akan ditambahkan dengan kerugian negara dalam perkara tersebut yang tengah diusut oleh Kejagung.
Kuntadi menyebut, berdasarkan pemaparan Bambang, sebagian besar lahan yang ditambah oleh para pelaku termasuk ke dalam kawasan hutan dan area bekas tambah yang seharusnya dipulihkan atau direklamasi.
"Sama sekali tidak dipulihkan dan ditinggalkan begitu saja, menimbulkan bekas lubang-lubang besar dan rawa-rawa yang tidak sehat bagi lingkungan masyarakat," katanya.
Dirut PT Timah Ditetapkan Sebagai Tersangka
Dalam perkara tersebut, Kejagung telah memeriksa 130 orang saksi dan menetapkan 11 orang tersangka yakni yakni General Manajer (GM) PT TIN berinisial RL, TN alias AN, AA, Kemudian pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berinisial SG alias AW dan MBG.
Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik tersangka TN alias AN berinisial HT alias AS, Mantan Komisaris CV VIP dan RI selaku Direktur Utama PT SBS berinisial BY.
Lalu Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016 sampai dengan 2021 berinisial MRPT alias RZ, Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017 sampai dengan 2018 berinisial EE alias EML. Satu orang ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan yakni berinisial TT.