Beda Sikap Partai-partai di DPR Soal Besaran Ambang Batas Parlemen
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menginstruksikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold diubah sebelum 2029 memancing respons sejumlah partai politik. Sejumlah partai di DPR menyatakan sikap berbeda soal besaran ambang batas parlemen yang tepat.
Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi alias Awiek mengatakan partainya menilai angka yang pas untuk ambang batas parlemen yakni 2,5%. Besaran ini menurut Awiek sesuai dengan aturan yang pernah berlaku sebelum diterapkan angka minimal 4% seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu.
"Kembali ke pengaturan awal karena parliamentary threshold kan yang diterapkan 2,5%, dan itu tercipta penyederhanaan parpol di parlemen ada 9 fraksi waktu itu di 2009," kata Awiek di kompleks parlemen Senayan seperti dikutip Rabu (6/4).
Awiek mengungkit ambang batas parlemen pada Pemilu 1999 dan 2004. Kala itu, semua partai yang mendapatkan kursi lolos ke parlemen sehingga dibentuk fraksi gabungan karena jumlah kursinya kurang dari 11.
Model fraksi gabungan itu menurut Awiek bisa diadopsi sehingga tidak ada suara masyarakat yang tidak dihargai. Apalagi ia mengatakan model fraksi gabungan tetap membuat jumlah fraksi di DPR tidak jumbo.
“Nah itu moderat dan suaranya tidak terlalu banyak terbuang, syukur-syukur 0%, semakin banyak suara yang tidak sia-sia," kata Awiek.
Di sisi lain, Partai Nasional Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menginginkan ambang batas parlemen jauh lebih tinggi dari sekarang. Mereka menilai angka yang relevan adalah di 7%.
"Kami malah justru parliamentary threshold itu kalau bisa tujuh persen. Kan, dari dulu kami memang ingin tujuh persen," kata politikus Nasdem di DPR Sugeng Suparwoto, Selasa (5/3).
Menurut Sugeng, angka 7% perlu diterapkan agar tak sembarang orang dapat dengan mudah mendirikan partai politik. Hal itu menurut dia akan memberi kepastian dan jaminan terwujudnya iklim politik yang lebih kondusif.
"Supaya, mohon maaf kita harus realistis tidak semua orang lantas bikin partai politik sedemikian rupa ya. Kalau memang kita seide seideologi satu platform kenapa gak jadi satu?" kata Sugeng.
Senada dengan Sugeng, Wakil Sekretaris Jenderal PKB, Syaiful Huda pun menyampaikan hal serupa. Menurut dia batasan ambang batas parlemen yang lebih tinggi diperlukan agar terjadi penyederhanaan partai politik.
Selain itu hal itu juga akan membuat partai menjadi lebih memiliki filosofi dan idealisme. Bila tidak ada batasan yang ketat ia mengatakan bisa saja akan muncul partai yang berbasi popularitas.
“Orang yang punya modal bisa bikin partai politik yang disukai publik, tambahkan bumbu-bumbu duit, jadilah dia partai terpilih di Senayan,” kata Huda pada wartawan.
Huda mengatakan, PKB ingin meningkatkan ambang batas parlemen hingga 7% agar proses pelembagaan politik lebih stabil dan produktif. Menurut dia partai yang ada saat ini relatif sudah mewakili lapisan masyarakat yang didasarkan tiga ideologi yaitu kekaryaan, nasionalisme, dan agama.
Akomodir Suara Pemilih
Sementara itu, pendiri dan Direktur Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4% tidak memberikan keadilan bagi partai politik (parpol) kecil. Ambang batas yang besar menurut dia juga menghambat partai politik baru.
“Banyak suara yang terbuang sia-sia tidak menjadi kursi. Seharusnya kalau sudah mendapatkan perolehan suara sebesar 200 ribu, maka sudah harus bisa dikonversi menjadi satu kursi di DPR,” kata Pangi.
Ia menjelaskan, ambang batas parlemen hanya menguntungkan posisi partai petahana di parlemen. Sementara parpol kecil akan sulit memenuhi ambang batas tersebut karena angka empat persen masih terlalu tinggi untuk diraih lantaran baru hanya mampu mendapatkan suara 0,2-2,6 persen.
“Sangat miris dan disayangkan suara rakyat terbuang sia-sia dan tidak sah menjadi kursi,” ujar Pangi lain.
Di sisi lain ia mengatakan perolehan suara di pemilu 2024 untuk caleg justru menunjukkan adanya sejumlah nama caleg baik dari Perindo, Partai Solidaritas Indonesia, dan Gelora yang perolehan suara calegnya masuk cluster premium di atas 100 ribu suara. Bahkan ada yang menembus 200 ribu suara pribadi, namun tidak lolos dan tidak menjadi kursi di parlemen karena partainya tak lolos ambang batas empat persen.
Pangi pun mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (29/2) yang memutuskan agar besaran dan persentase ambang batas parlemen dalam pemilu yang sebesar empat persen diatur ulang. Menurut dia, penghapusan ambang batas parlemen untuk mengakomodasi kepentingan partai kecil dan menengah agar punya pengalaman menjadi wakil rakyat, dan punya kursi di parlemen.
“Tidak boleh ada motivasi menghalau partai baru untuk masuk ke dalam parlemen,” ujar Pangi.
Untuk Pemilu 2029, ia berharap agar ambang batas parlemen diturunkan dalam rentang batas bawah satu persen dan rentang batas atas sebesar dua persen. Hal itu diperlukan agar suara rakyat bisa dikonversi menjadi kursi dan tidak terbuang sia-sia.
Sebelumnya MK pada sidang pleno Kamis (29/2) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). MK dalam amar putusan-nya, meminta pembentuk undang-undang untuk mengatur ulang besaran angka dan persentase ambang batas parlemen dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu agar lebih rasional.
MK juga menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) atau ambang batas parlemen empat persen tetap konstitusional untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan Pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen.