Polemik Lonjakan Suara PSI, Beda dari Quick Count hingga Sikap Bawaslu
Kenaikan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menjadi sorotan dari berbagai kelompok. Terlebih lantaran kenaikan terjadi di pekan ketiga setelah pencoblosan.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lolly Suhenty mengakui kenaikan suara PSI menjadi salah satu temuan yang banyak dilaporkan ke Bawaslu. Menurut Lolly Bawaslu menampung seluruh laporan yang masuk.
Bila merujuk data terakhir yang bisa diakses dari Sistem Informasi Rekapitulasi Suara atau Sirekap milik KPU, pada Selasa (5/3) suara PSI sudah berada di angka 3,13%. Jumlah ini berbeda dengan hasil hitung cepat atau quick count yang digelar sejumlah lembaga.
Merujuk hasil quick count Litbang Kompas yang digelar pada 14 Februari 2024, PSI diperkirakan mendapat 2,8%. Adapun Charta Politica menempatkan PSI mendapat 2,97%, Indikator Politik Indonesia 2,81%, dan poltracking 2,9%.
Peneliti Bidang Legislasi Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai kenaikan jumlah suara PSI merupakan hal yang wajar. Hal itu menurut dia lantaran kenaikan suara tidak hanya dialami oleh PSI.
Lucius mencontohkan Partai Kebangkitan Bangsa, dalam quick count Indikator hanya mendapatkan 10,49 persen. Sementara itu raihan PKB merujuk real count KPU mencapai 11,54%. Kenaikan suara menurut dia juga bisa terlihat dari Partai Gelora yang dalam hitung cepat Indikator mencapai 0,93%. Sementara itu versi hasil hitung cepat KPU mendapatkan 1,49%.
Menurut Lucius polemik kenaikan suara PSI justru muncul lantaran adanya dugaan penggelembungan suara. Kecurigaan menguat lantaran PSI yang diketuai Kaesang Pangarep itu disebut dinilai mendapat sokongan dari Presiden Joko Widodo.
"Anggapan ini muncul karena hanya pada lonjakan suara PSI tudingan manipulasi muncul, sedangkan pada parpol lain yang juga mengalami kenaikan suara dianggap biasa saja," kata Lucius seperti dikutip, Kamis (7/3).
Dugaan Penggelembungan Suara
Lonjakan suara PSI dalam beberapa hari terakhir menjadi sorotan lantaran dinilai tidak sesuai dengan kenyataan. Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau biasa disapa Rommy mengatakan partainya telah mengantongi sejumlah bukti terkait dugaan penggelembungan suara untuk PSI.
Menurut Rommy penggelembungan itu terjadi tidak di tingkat tempat pemungutan suara atau TPS. Ia mengatakan kenaikan suara PSI merupakan skenario yang sudah dipersiapkan sejak awal.
“Diduga mulai di pleno tingkat kecamatan. Tangkapan layar form C1 di berbagai media sosial membandingkan antara Sirekap vs form C1,” kata Rommy dalam keterangannya, dikutip Senin (4/3).
Rommy mengatakan, dugaan kecurangan PSI dilakukan sebelum dan setelah pencoblosan. Sebelum pencoblosan, dirinya mendengar adanya operasi pemenangan PSI yang dilakukan oleh aparat.
Meski begitu, ia mengatakan rencana pertama itu tidak mulus sehingga perolehan PSI berdasarkan quick count jauh di bawah ambang batas parlemen 4%. Setelah skenario pertama gagal, ia mengaku mendengar skenario kedua untuk meloloskan PSI.
“Memindahkan suara partai yang jauh lebih kecil yang jauh dari lolos PT (parliamentary threshold) kepada coblos gambar partai tersebut dan/atau; 2. Memindahkan suara tidak sah menjadi coblos gambar partai tersebut,” kata Rommy.
Tak Hanya Dialami PSI
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja membenarkan adanya laporan dugaan penggelembungan suara dalam Pemilu 2024. Namun menurut dia dugaan ini tidak hanya dialami Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
"Bukan hanya satu partai ya, bukan hanya PSI gitu, tetapi banyak hal yang lain yang kemudian kami harus cek lagi di lapangan," kata Bagja di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Rabu (6/3).
Sementara itu, Bagja mengatakan bahwa setiap laporan dugaan penggelembungan suara selalu ditelusuri oleh Bawaslu. Ia menyebut verifikasi dilakukan dengan memeriksa laporan yang masuk dan mengecek ulang pada pengawas di lapangan.
"Kalau seandainya terjadi penggelembungan, berarti kan ada yang masif dilakukan, masih bunyi dalam pengawasan, seharusnya bunyi. Kalau enggak bunyi berarti pengawas kami yang bermasalah," kata Bagja.
Adapun anggota KPU Idham Holik mengaku ketidakakuratan data di Sirekap menjadi salah satu sebab terjadinya perbedaan suara partai. Ia menegaskan Sirekap bukan penentu hasil resmi perolehan suara.
Menurut Idham hasil resmi KPU baru akan terlihat dari rekapitulasi berjenjang mulai dari PPK, KPU Kabupaten dan Kota, KPU Provinsi, dan KPU RI. Meski begitu, Idham mengaku tak bisa membeberkan nama-nama partai itu sebab berkaitan dengan persoalan etika.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie mengatakan jumlah suara PSI yang cenderung melonjak pesat selama sepekan terakhir merupakan hal wajar. Ia meminta semua pihak tidak berupaya melakukan penggiringan opini yang bersifat tendensius pada partainya.
Di sisi lain Grace mengatakan apabila terdapat penambahan atau pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal wajar. "Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut," ujar Grace.