Program KJMU DKI Jakarta yang Menuai Polemik di Tangan Heru Budi
Isu Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul atau dikenal KJMU menjadi trending topic di sosial media. Ribuan mahasiswa penerima KJMU diputus secara sepihak oleh Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Mereka tidak lagi menerima dana untuk membayar biaya kuliahnya.
Para mahasiswa tersebut mengaku pencabutan KJMU dilakukan tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya oleh Pemprov DKI Jakarta. Nama mereka dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) mendadak berubah, sehingga dianggap tidak berhak menerima KJMU.
Pencabutan KJMU juga menuai protes karena dilakukan tanpa alasan yang jelas. Dampaknya, ribuan mahasiswa terancam tidak bisa melanjutkan kuliahnya sehingga mimpi mereka menjadi pupus.
Bahkan, sejumlah mahasiswa mengeluh dan curhat kepada mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta pun menyalahkan Pemda DKI Jakarta terkait permasalahan ini.
Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Iman Satria mengatakan akan memanggil Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk rapat pada Kamis pekan depan. Salah satu fokus pembahasannya adalah mengenai anggaran pendidikan yang turun hingga berimbas pada pengurangan jumlah penerima KJMU.
"Komisi E akan rapat dengar pendapat nanti Kamis, Minggu depan terkait anggarannya yang terbatas tahun 2024 jauh lebih rendah," ujar Iman kepada wartawan, Kamis (7/3).
Alasan Pemda DKI Kurangi Jumlah Penerima KJMU
Menanggapi keluhan masyarakat, Heru Budi Hartono mengakui terdapat pengurangan jumlah penerima KJMU. Hal ini disesuaikan dengan budget anggaran Pemda DKI Jakarta. "Tentunya (untuk pencoretan KJMU) melihat kemampuan keuangan DKI Jakarta," ujar Heru di Jakarta Timur, Rabu (6/3).
Jika melihat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2024 justru lebih besar dari tahun lalu. APBD DKI Jakarta 2023 mencapai Rp83,7 triliun, kemudian diturunkan menjadi Rp79,5 triliun dalam APBD Perubahan. Meski nilai APBD mengalami penurunan, tapi tidak berpengaruh terhadap jumlah penerima KJMU.
Sementara, APBD 2024 mencapai Rp81,7 triliun, tapi anggaran KJMU justru malah diturunkan. Heru Budi lebih memilih anggaran dialokasikan lebih besar untuk enam program prioritasnya, yakni penanggulangan banjir, penanganan kemacetan, akselerasi pertumbuhan ekonomi, penurunan stunting, penanggulangan kemiskinan, dan penguatan nilai demokrasi.
Total anggaran untuk program KJMU dan program-program terkait dalam APBD 2023 lalu mencapai Rp 782 miliar, namun mengalami pemangkasan hingga hanya Rp 470 miliar pada 2024. Dengan adanya pengurangan anggaran, jumlah penerima KJMU tahun ini hanya sekitar 7.900 orang.
Hingga 2023, mahasiswa yang terdaftar sebagai penerima KJMU sebanyak 19.023 orang. Belasan ribu mahasiswa itu tersebar di 124 perguruan tinggi, yang terdiri dari 110 perguruan tinggi negeri dan 14 perguruan tinggi swasta yang terakreditasi A, di hampir semua provinsi di Indonesia.
Dana bantuan KJMU yang diberikan Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp9 juta per semester atau Rp1,5 juta per bulan. Dana bantuan tersebut digunakan untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) sekaligus untuk biaya hidup, buku, transportasi, dan biaya pendukung personal lainnya. Makanya, para mahasiswa yang sebelumnya menerima KJMU mengeluh karena tiba-tiba harus membayar semua biaya tersebut.
Pendataan Ulang Penerima KJMU
Menurut Heru, KJMU ditujukan bagi masyarakat yang tidak mampu untuk melanjutkan kuliah. Namun, ketika data calon penerima tidak sesuai, maka Pemprov DKI Jakarta tidak akan memberikannya. Pemda DKI Jakarta juga telah melakukan perubahan data penerima KJMU tahap 1 tahun 2024 dengan mekanisme baru.
Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta kini menggunakan sumber data yang dari pemerintah pusat untuk mahasiswa penerima KJMU. "Jadi KJP atau KJMU itu DKI sudah melakukan sinkronisasi data. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sudah disahkan di November-Desember 2023 oleh Kemensos," kata Heru.
DTKS tersebut telah dipadankan dengan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dikeluarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pemadanan itu dilakukan untuk mengetahui pemeringkatan kesejahteraan (desil) per katagori.
Kategori desil yang masuk kriteria sebagai penerima bantuan pendidikan adalah sangat miskin (desil satu), miskin (desil dua), hampir miskin (desil tiga), dan rentan miskin (desil empat). Mahasiswa yang masuk dalam kategori desil lima sampai 10 tidak bisa lagi menerima KJMU.
Pendaftaran KJMU Kembali Dibuka
Masalahnya, setelah ramai keluhan para mahasiswa yang dicoret dari daftar penerima KJMU, Pemda DKI kembali membuka pendaftaran untuk penerima manfaat Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU). Pendaftaran itu dibuka lantaran adanya disinformasi mengenai penerima KJMU.
Asisten Kesejahteraan Rakyat (Askesra) Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi DKI Jakarta Widyastuti menyampaikan permohonan maaf atas disinformasi mengenai KJMU yang beredar luas. Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Pendidikan kini membuka akses pendaftaran kembali untuk seluruh mahasiswa penerima KJMU di tingkat provinsi.
"Silakan mengakses di laman P4OP.jakarta.go.id/kjmu. Jadi adik-adik mahasiswa yang tersebar di seluruh indonesia, penerima KJMU Provinsi DKI Jakarta silakan mengakses kembali pendaftaran," kata dia saat konferensi pers, Rabu (6/3).
Menurut dia, saat ini Pemprov DKI Jakarta terus-menerus melakukan verifikasi dan validasi data bagi semua penerima bantuan sosial. Verifikasi fan validasi data itu tidak hanya dilakukan untuk penerima bantuan biaya pendidikan, melainkan untuk semua penerima bantuan sosial di DKI Jakarta.
Apa Itu KJMU?
Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta, Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul atau KJMU adalah program strategis Pemprov DKI Jakarta. Program ini berupa pemberian bantuan peningkatan mutu pendidikan bagi mahasiswa dari keluarga tidak mampu yang memenuhi kriteria untuk menempuh Pendidikan Program Diploma/Sarjana (Jenjang D3, D4, dan S1) sampai selesai dan tepat waktu.
Program KJMU merupakan bukti konkret Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam upaya meningkatkan akses dan kesempatan belajar di PTN/PTS bagi calon Mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi dan memiliki potensi akademik yang baik.
Program ini pertama kali diluncurkan pada 2016 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kemudian dilanjutkan oleh Anies Baswedan yang memandang KJMU sebagai upaya nyata untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan tinggi di Jakarta.
Kendala ekonomi, serta sumber daya pendukung lainnya, membuat banyak mahasiswa tidak mampu melanjutkan pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi. Padahal, banyak dari mereka memiliki potensi akademik yang baik. Permasalahan tersebut menjadi latar belakang dari terbentuknya program KJMU.
Adapun jumlah penerima KJMU dari 2016 sampai dengan 2020 terus meningkat. Pada 2016 terdapat 594 mahasiswa di 46 PTN, 2017 terdapat 2.191 mahasiswa di 68 PTN, 2018 meningkat menjadi 4.542 mahasiswa di 85 PTN, 2019 ada 8.790 mahasiswa di 90 PTN, dan pada 2020 ada 10.264 mahasiswa di 99 PTN dan 10 PTS. Pada 2021 terdapat 10.445 mahasiswa di 103 PTN dan 10 PTS. Hingga 2023, terdapat 19.023 penerima KJMU di 10 PTN dan 14 PTS.
Baru di masa kepemimpinan Heru Budi, Pj Gubernur DKI Jakarta yang dipilih Presiden Jokowi, jumlah penerima KJMU dikurangi.