Ketua MPR Bamsoet Dikritik, Demokrasi Indonesia Dinilai Butuh Oposisi

Muhamad Fajar Riyandanu
12 April 2024, 16:18
Ketua MPR Bambang Soesatyo melambaikan tangan saat meninggalkan lokasi Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2023 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8).
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Ketua MPR Bambang Soesatyo melambaikan tangan saat meninggalkan lokasi Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2023 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8).
Button AI Summarize

Pernyataan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang menyebut demokrasi di Indonesia tidak membutuhkan oposisi menuai kritik. Pakar komunikasi politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Kunto Adi Wibowo menilai pernyataan Bamsoet berbahaya dalam menyikapi sistem demokrasi di Indonesia.

Bamsoet mengatakan pemerintahan di Indonesia membutuhkan demokrasi gotong-royong dan bukan oposisi. "Kita enggak butuh oposisi, kita butuh gotong-royong, kita butuh demokrasi gotong-royong dan tidak dibutuhkan lagi oposisi," kata Bamsoet di rumah Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Rosan Roeslan, Kamis (11/4).

Kunto mengatakan pelaksanaan politik gotong royong atau kekeluargaan merupakan intrik elit politik untuk mewujudkan konsep demokrasi keluarga atau family democracy. Praktik tersebut merujuk pada tindakan nepotisme di mana kekuasaan dan pengaruh dalam negara dikuasai oleh keluarga tertentu atau individu dalam keluarga.

"Pada akhirnya tidak ada kritik yang efektif seperti yang ditunjukkan saat jaman Orba dan juga yang terjadi pada akhir-akhir ini," kata Kunto saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Jumat (12/4).

Dia menilai adanya ide untuk menyisihkan pihak oposisi dapat memicu pelemahan fungsi kontrol dan pengawasan terhadap rezim pemerintahan yang berkuasa. "Semua akan berujung justru tidak ada perwakilan rakyat yang benar-benar representatif ketika semua elit politik berkonsolidasi dengan alasan gotong-royong," ujar Kunto.

Di sisi lain, Kunto mengakui bahwa kontrol yang dilakukan oleh partai politik yang berada di luar pemerintahan belum optimal. Ini karena komposisi antara partai oposisi dan partai koalisi pendukung pemerintah cenderung berada di posisi tak seimbang.

"Seperti yang terjadi pada Pemerintahan Jokowi jilid 2, bagaimana praktik nepotisme berjalan demi kekuasaan belaka. Kita harus belajar, sehingga tidak mengulangi kesalahan yang sama," kata Kunto.

Pakar Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menjelaskan bahwa konsep 'oposisi' memang menjadi perdebatan dalam politik Indonesia pasca- Reformasi. Hal ini dikarenakan konsep 'oposisi' ini hanya ada di sistem parlementer, sementara Indonesia menerapkan sistem presidensial yang menerapkan musyawarah untuk mufakat.

"Namun demikian perlu dicarikan istilah yang tepat untuk 'oposisi', karena bagaimanapun juga demokrasi yang sehat perlu ada check and balances," kata Wasisto lewat pesan singkat WhatsApp pada Jumat (12/4).

Peta Koalisi DPR 2024
Peta Koalisi DPR 2024 (Katadata/Aris)

Ajakan Koalisi Besar Dukung Prabowo-Gibran

Bambang Soesatyo menyatakan seluruh kubu yang berlaga di Pilpres 2024 dapat bergabung dalam satu koalisi besar di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto nanti.

Halaman:
Reporter: Ade Rosman, Muhamad Fajar Riyandanu
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...