Jokowi Soal Pro Kontra Pemotongan Gaji Pekerja untuk Tapera: Itu Biasa
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai wajar apabila ada masyarakat yang tidak setuju dengan ketentuan yang mengatur pemotongan upah, gaji, maupun penghasilan bagi seluruh pekerja untuk simpanan tabungan perumahan rakyat atau Tapera.
Dia mengatakan, respons masyarakat terhadap kebijakan teranyar itu serupa saat masyarakat menyikapi penyesuaian iuran BPJS Kesehatan yang berlaku bagi peserta mandiri pada 2021 silam.
Ketika itu, pemerintah menyesuaikan besaran bantuan iuran kepada peserta BPJS Kesehatan Kelas 3 Pekerja Bukan Penerima Upah (BPPU) dan Bukan Pekerja (BP) di tahun 2021.
"Seperti dulu BPJS di luar yang BPI gratis 96 juta juga ramai, tapi setelah berjalan saya kira masyarakat merasakan manfaat bahwa rumah sakit tidak dipungut biaya. Hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan," kata Jokowi kepada wartawan di Istora Senayan Jakarta pada Senin (27/5).
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020, pemerintah mengurangi penyalurkan bantuan menjadi Rp 7.000 per orang setiap bulan. Keputusan tersebut menyebabkan peserta BPJS Kesehatan Kelas 3 BPPU dan BP harus membayar iuran menjadi Rp 35.000 per bulan.
Nominal ini cenderung naik dari ketentuan sebelumnya saat pemerintah memberikan bantuan iuran Rp 16.500 per bulan setiap orang, sehingga para peserta hanya wajib membayar Rp 25.500 setiap bulannya.
Oleh karena itu Jokowi menilai reaksi pro dan kontra masyarakat terkait pemotongan upah, gaji, maupun penghasilan pekerja untuk simpanan Tapera saat ini merupakan hal lazim.
Ini karena masyarakat tengah menimbang dan berhitung dalam menyikap kebijakan tersebut. "Kalau belum berjalan, biasanya ada pro dan kontra," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi merilis ketentuan yang mengatur pemotongan upah, gaji, maupun penghasilan bagi seluruh pekerja untuk simpanan tabungan perumahan rakyat atau Tapera.
Kebijakan ini berlaku wajib meliputi calon pegawai negeri sipil (PNS), pegawai ASN, prajurit TNI, anggota Polri, pejabat negara, pekerja BUMN/BUMD hingga pekerja sektor swasta.
Keputusan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Jokowi menetapkan PP tersebut pada 20 Mei 2024.
Pada Pasal 15 aturan tersebut mengatur besaran simpanan peserta sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja. Jumlah simpanan peserta pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sejumlah 0,5 persen dan pekerja sendiri sebesar 2,5 persen.
Sedangkan besaran simpanan peserta pekerja mandiri ditanggung sendiri oleh pekerja mandiri. Ketentuan lebih lanjut mengenai dasar perhitungan untuk menentukan perkalian besaran simpanan peserta diatur dengan Peraturan Badan Pengelola (BP) Tapera.
Dasar perhitungan untuk menentukan perkalian besaran simpanan peserta Tapera dikomandoi oleh Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, Komisioner BP Tapera yang berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Ketentuan mengenai keanggotaan peserta Tapera bagi golongan pekerja bersifat mengikat atau wajib sebagaimana tertulis dalam Pasal 48 PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Instrumen hukum itu mengatur para pemberi kerja yang meliputi orang perseorangan, pengusaha, dan badan hukum untuk mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta dana Tapera. “Melakukan pemungutan simpanan yang menjadi tanggung jawab Pekerja sebagai Peserta melalui pemotongan Gaji atau Upah,” tulis Pasal 48 PP tersebut.
Pasal 68 juga mengatur para pemberi kerja untuk mendaftarkan pekerjanya kepada BP Tapera paling lambat 7 tahun sejak berlakunya PP Nomor 25 Tahun 2020, sehingga para pemberi kerja harus meregistrasi para pekerjanya sebagai perserta Tapera paling lambat tahun 2027.
“Pemberi Kerja wajib menyetorkan Simpanan setiap bulan, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dari bulan simpanan yang bersangkutan ke Rekening Dana Tapera,” tulis Pasal 21 PP tersebut.