DPR Sahkan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak, Cuti Melahirkan jadi 6 Bulan

Ringkasan
- Asosiasi Pengusaha Indonesia keberatan dengan ketentuan cuti hamil 6 bulan karena dianggap menambah beban finansial dan non-finansial bagi dunia usaha, khususnya usaha kecil.
- Ketua Umum Apindo menyarankan perlunya dialog sosial antara pekerja dan pengusaha untuk mempertimbangkan dampak implementasi UU KIA pada dunia usaha.
- Apindo mendukung kebijakan perspektif gender namun mendorong pemerintah untuk memperbarui kebijakan cuti hamil dan melahirkan agar seimbang bagi pekerja dan dunia usaha.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi UU. Dengan disahkannya aturan itu, ibu pekerja yang melahirkan dapat cuti hingga paling lama enam bulan.
Pengesahan tersebut dilakukan dalam rapat paripurna DPR ke-19 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (4/6).
"Apakah Rancangan Undang-undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-undang? Setuju ya," ujar Ketua DPR Puan Maharani yang lalu mengetuk palu persetujuan.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka memaparkan lima pokok pengaturan yang disepakati parlemen dengan pemerintah dalam RUU tersebut. Aturan pertama berkaitan dengan perubahaan judul dari RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak menjadi RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1000 Hari Kehidupan.
Aturan kedua berkaitan dengan penetapan definisi anak khusus dan definisi anak pada 1000 hari kehidupan. Lalu, ketiga, perumusan cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan paling singkat tiga bulan pertama, dan paling lama tiga bulan berikutnya apabila terdapat kondisi khusus dengan bukti surat keterangan dokter.
Dalam UU ini termaktub ibu pekerja mendapatkan cuti paling lama enam bulan. Berbeda dengan aturan lama yang hanya memberikan waktu cuti maksimal tiga bulan.
Keempat, perumusan cuti bagi suami yang mendampingi istri dalam persalinan yaitu dua hari dan dapat diberikan tambahan tiga hari berikutnya atau sesuai kesepakatan pemberi kerja. Bagi suami yang mendampingi istri yang mengalam keguguran juga berhak mendapat cuti 2 hari.
Kelima, perumusan tanggung jawab ibu, ayah, dan keluarga pada fase 1.000 hari pertama kehidupan kehidupan kemudian tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah mulai dari perencanaan monitoring dan evaluasi.