Revisi UU TNI jadi Sorotan Publik, Panglima Jelaskan Dasar Perubahan
Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 menuai polemik. Salah satu sorotan ditujukan pada Pasal 47 ayat (2) berkaitan dengan pengisian jabatan di kementerian atau lembaga.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menilai revisi merupakan bagian penting agar prajurit bisa menjalankan tugas. Ia menyinggung Undang-Undang TNI Nomor 34 tahun 2004 yang menuliskan terdapat Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Menurut Agus, Pasal 14 A UU TNI disebutkan bahwa prajurit bisa bertugas untuk Operasi Militer Selain Perang seperti mengatasi pemberontakan, mengatasi separatis, mengatasi teroris, membantu pemerintahan daerah dan membantu Polri. Prajurit TNI juga bisa mengamankan presiden dan wakil presiden serta keluarganya dan mengamankan tamu negara setingkat presiden.
"Saya rasa itu tugas-tugas TNI yang harus dipahami oleh masyarakat, itu udah sesuai dengan UU," kata Agus.
Dalam draft RUU TNI, salah satu pasal yang menjadi sorotan publik yakni prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan tertentu sesuai dengan kebijakan presiden. Hal itu yang memicu respons publik karena dianggap akan memunculkan kembali dwifungsi ABRI seperti masa orde baru.
Sementara itu Direktur Imparsial Gufron Mabrur menilai revisi UU TNI yang tengah bergulir berpotensi mengganggu proses demokrasi. Ia meminta DPR dan pemerintah menunda revisi dan lebih fokus mendorong sejumlah agenda reformasi TNI yang tertunda.