Pakar: Distribusi Bansos untuk Korban Judi Online Salah Obat
Wacana pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) kepada korban maupun keluarga korban judi online mendapat reaksi negatif dari sejumlah pakar kebijakan publik. Distribusi bansos untuk masyarakat miskin korban judi online merupakan gagasan keliru.
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengatakan pemberian bansos bagi korban maupun keluarga korban judi online dapat memicu masalah lanjutan, yakni makin menyuburkan praktik judi online di masyarakat.
Dia menilai pengentasan kemiskinan dari keluarga judi online bukan ditangani dengan penyaluran bansos. Namun, melainkan dengan penguatan pengawasan dan pendampingan di struktur pemerintahan tingkat paling rendah, yakni lingkungan RT/RW.
Trubus mengatakan pemerintah dapat mewajibkan pengurus RT/RW untuk menerima laporan sekaligus mendata warga yang terlilit candu judi online. Selain memberikan pengarahan dan pendampingan secara masif, daftar warga korban judi online dapat menjadi rujukan bagi Dinas Sosial (Dinsos) maupun Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) sebagai masyarakat prioritas penerima pelatihan kerja.
"Itu tidak solutif karena seolah-olah melanggengkan perjudian, praktik judi online tambah subur. Jika kebijakan itu terealisasi, mereka pelaku judi online terdorong untuk berjudi terus karena dapat bansos," kata Trubus saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Rabu (19/6).
Trubus juga mendorong pemerintah untuk memperketat ketentuan penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) kepada warga penerima. Dia mengatakan pemerintah harus membuat sistem dan regulasi hukum agar uang BLT tidak digunakan untuk modal judi online.
"Karena selama ini pemerintah tidak mengatur tegas soal bagaimana cara menggunakan uangnya dan untuk belanja apa," ujar Trubus.
Narasi penyaluran bansos untuk masyarakat korban judi online mulanya digaungkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Dia percaya langkah ini bertujuan untuk menangani dampak praktik judi online yang memicu peningkatan masyarakat miskin.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, mengatakan pernyataan Muhadjir merupakan bentuk kegagalan komunikasi pemerintah kepada masyarakat. Kegagalan tersebut diperkuat oleh tanggapan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang membantah adanya wacana untuk menyalurkan bansos kepada korban judi online.
"Saya rasa ini menunjukkan apakah ini bagian dari manuver para menteri, atau miskomunikasi antara para menteri yang tidak berkoordinasi terkait anggarannya ada atau tidak," kata Arifki saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Rabu (19/6).
Dia melanjutkan pemberian bansos kepada warga terdampak judi online dianggap berbahaya karena dapat dianggap sebagai langkah untuk melegalkan praktik judi online.
Arifki berpendapat pemerintah semestinya lebih menyasar kepada upaya preventif di hulu ketimbang terus-menerus merilis langkah penanganan kuratif di hilir.
Dia berharap pemerintah dapat lebih berani untuk menyetop praktik judi online melalui penangkapan produsen penyedia portal judi online
"Mau itu yang diberikan bansos itu keluarganya atau pemainnya, efeknya semua orang akan ikut ke sana dan berharap pada bansosnya. Malahan ini memberi ruang judi online untuk dilegalkan," ujar Arifki.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan tidak ada pemberian bansos untuk masyarakat korban judi online. "Enggak ada," kata Jokowi saat memberikan keterangan pers seusai meninjau program bantuan pompa air di Karanganyar, Jawa Tengah pada Rabu (19/6).
Jokowi juga menggarisbawahi pemerintah tidak pernah berencana untuk menyalurkan bansos kepada masyarakat korban judi online. "Enggak ada," ujar Jokowi.
Adapun Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan bahwa bansos untuk korban judi online tidak masuk ke dalam APBN maupun rencana pemerintah saat ini. "Terkait dengan judi online, tidak ada dalam anggaran sekarang," kata Airlangga di Masjid Ainul Hikmah DPP Golkar, Jakarta Barat, Senin (17/6).
Airlangga mengatakan belum ada koordinasi dengan Kemenko PMK yang mengusulkan hal tersebut. "Kalau koordinasi tentu, kalau ada usulan program, silakan dibahas dengan kementerian teknis," ujar Airlangga.