Penjelasan BMKG dan BRIN soal Hujan Petir saat Masuk Musim Kemarau
Sebagian wilayah Indonesia, termasuk Jakarta dilanda hujan deras disertai petir. Berikut penjelasan BMKG atau Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika serta BRIN alias Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan, potensi dampak bencana akibat hujan di sejumlah wilayah Indonesia yang masih tinggi bisa saja terjadi, meskipun sebenarnya mulai memasuki musim kemarau.
"Jadi alangkah baiknya hujan yang masih ada ini dimanfaatkan untuk menabung air supaya memiliki cadangan saat puncak musim kemarau melanda wilayah Indonesia nantinya," kata Guswanto dikutip dari Antara.
Potensi peningkatan hujan dipicu oleh adanya beberapa dinamika atmosfer yang masih aktif di Indonesia, yakni fenomena Madden Julian Oscillation atau MJO, gelombang ekuatorial Rossby Kelvin hingga pola sirkulasi siklonik dan La Nina yang memperkuat potensi pembentukan awan penghujan.
BMKG memperkirakan, kombinasi pengaruh fenomena tersebut dapat menimbulkan potensi hujan berintensitas sedang-lebat, disertai kilat atau petir angin kencang.
BMKG menilai, kondisi demikian bisa menimbulkan dampak cuaca ekstrem kebencanaan hidro-meteorologi yang meliputi banjir, banjir bandang, angin puting beliung, tanah longsor dan seterusnya, meskipun di saat yang bersamaan Indonesia akan menghadapi puncak musim kemarau pada medio dasarian II Juli – September.
Hujan es di Depok, Jawa Barat pada Rabu (3/7)misalnya, terjadi karena awan Cumulunimbus. Berdasarkan analisis tim meteorologi BMKG, awan terbentuk akibat daya angkat atau konvektif yang cukup kuat di wilayah Sawangan dan sekitarnya.
Menurut Guswanto, fenomena tersebut diawali dengan kondensasi uap air yang teramat dingin melewati atmosfer di lapisan atas level beku, sehingga es yang terbentuk umumnya memiliki ukuran besar.
Saat kumpulan es yang besar di atmosfer turun ke area lebih rendah dan hangat maka terjadilah hujan. Hanya saja, ia menekankan bahwa terkadang tidak semua es akan mencair sempurna dan menjadikannya hujan es, ketika suhu puncak awan Cumulunimbus mencapai minus 80 derajat Celcius.
Ahli Klimatologi BRIN Erma Yulihastin menyampaikan, salah satu penyebab intensitas hujan kembali meningkat pada awal Juli yakni dinamika tekanan rendah
“Hujan deras berpola memanjang terpantau di laut utara Jakarta yang diprediksi mendarat di Jakarta jelang tengah malam dan meluas pada dini hari. Pembentukan hujan dini hari ini dipicu dinamika tekanan rendah di Samudra Hindia,” kata Erma melalui X.
Update: as predicted: hujan deras berpola memanjang terpantau di laut utara Jakarta yg diprediksi mendarat di Jakarta jelang tengah malam dan meluas ada dinihari. Pembentukan hujan dininhari ini dipicu dinamika tekanan rendah di Samudra Hindia. pic.twitter.com/Vc4J7BbDtJ— Prof. Dr. Erma Yulihastin (@EYulihastin) July 5, 2024