Menanti Gong Pimpinan DPR Lanjutkan Pembahasan Revisi UU BUMN
Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Dewan Perwakilan Rakyat mandek. Revisi UU BUMN telah bergulir di DPR sejak 2016 dan masuk dalam program legislasi nasional tahun 2020-2024.
Lama digodok, draft revisi akhirnya disepakati menjadi RUU Usul inisiatif DPR pada rapat paripurna 3 Oktober 2023 lalu. Namun draft revisi tak kunjung diserahkan pada pemerintah untuk disiapkan Daftar Inventaris Masalah (DMIM) dari eksekutif. Alhasil, hingga kini Presiden Joko Widodo belum mengeluarkan Surat Presiden yang berisi penugasan kepada kementerian dan lembaga untuk melanjutkan pembahasan.
Ketua Komisi VI DPR yang membidangi persoalan BUMN Faisol Riza menyatakan komitmen parlemen untuk melanjutkan pembahasan. Namun menurut dia, komisi maupun badan legislasi saat ini belum dapat lampu hijau untuk melakukan pembahasan.
"Sudah di Pimpinan DPR, " kata Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza singkat dalam pesannya kepada Katadata.co.id, seperti dikutip Senin (15/7).
Sesuai mekanisme di DPR, revisi UU yang sudah disetujui menjadi inisiatif DPR selanjutnya bisa lanjut dibahas oleh komisi atau baleg atau alat kelengkapan lain. Penentuan alat kelengkapan yang akan membahas disetujui dalam rapat pimpinan DPR.
Gong tanda mulainya pembahasan oleh pimpinan DPR juga diperlukan oleh pemerintah sebagai mitra kerja DPR. Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pemerintah juga perlu menyiapkan sejumlah isu krusial dalam daftar inventaris masalah atau DIM. Selama belum ada surat dari DPR, naskah DIM belum bisa disusun.
"Kembali bila berkenan, pimpinan, tentu kami tidak malu untuk kembali mengulang-ulang dan ini juga memang inisiasi dari Komisi VI yang saya hormati mengenai RUU BUMN," kata Erick dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu pekan lalu. .
Perbaikan Kinerja BUMN
Kepala Pusat Kajian Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho berharap hasil revisi UU BUMN nantinya dapat mempermudah upaya memperbaiki kinerja BUMN. Terlebih saat ini banyak perusahaan pelat merah yang mengalami masalah finansial atau operasional.
Andry mengatakan restrukturisasi BUMN yang sakit terbilang mendesak untuk mengembalikan korporasi negara tersebut ke kondisi yang sehat dan produktif. Andry juga menunggu adanya ketentuan dalam revisi UU BUMN yang mengatur intervensi progresif dari pemerintah.
Dengan adanya revisi, pemerintah selaku pemegang saham BUMN dapat melakukan intervensi yang bebas konflik kepentingan pada perusahaan yang mengalami kerugian terus-menerus. Intervensi juga bisa dilakukan pada perusahaan dengan utang tinggi, hingga BUMN yang tidak mampu bersaing di pasar.
“Saya melihat revisi UU BUMN ini penting karena saat ini memang upaya untuk melakukan restrukturisasi BUMN yang sakit banyak menemui kendala,” kata Andry saat dihubungi Katadata.co.id beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan, perlu adanya proteksi khusus dalam proses pengambilan keputusan di BUMN. Di antaranya melarang pejabat teras BUMN untuk menduduki jabatan ganda, baik di perusahaan sesama BUMN, perusahaan swasta, maupun menjabat di pemerintahan.
Menurut Andry BUMN merupakan perusahaan yang memiliki tugas ganda, yakni sebagai korporasi penyedia layanan publik bagi masyarakat atau Public Service Obligation (PSO) sekaligus perusahaan yang beroperasi untuk menghasilkan keuntungan bagi negara. Status PSO ini mengharapkan BUMN untuk tidak selalu mencari keuntungan secara finansial, terutama pada penyediaan layanan di sektor publik seperti energi, transportasi, dan kesehatan.
Ia menilai kebijakan dan aksi korporasi yang dirilis oleh direksi dan komisaris BUMN dapat berorientasi pada pelayanan publik tanpa konflik kepentingan dari pihak luar. BUMN juga merupakan regulator sekaligus pelaku usaha.
“Dengan adanya revisi BUMN ini saya harap ada ketentuan ketat yang mengatur pejabatnya tidak boleh rangkap jabatan dan juga komisaris harus diisi oleh sosok profesional berpengalaman, tidak lagi mengakomodir jabatan politik,” ujar Andry.
Lebih jauh, Andry menduga pembahasan revisi UU BUMN berjalan lambat karena opsi untuk menghapus ketentuan multijabatan dalam struktur komisaris BUMN. “Klausul untuk mempersulit posisi rangkap jabatan itu kemungkinan besar sulit diterima oleh DPR. Ini perlu ada dorongan bersama,” kata Andry.
Sikap serupa juga disuarakan oleh Anggota Komisi VI DPR, Luluk Nur Hamidah. Luluk menjelaskan, tanggung jawab besar BUMN utamanya dalam menghadapi tantangan zaman yang berubah menjadi urgensi RUU BUMN untuk segera dibahas.
Saat interupsi dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-21 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023 - 2024 di Gedung Nusantara II Senayan Jakarta pada Selasa, 9 Juli kemarin Luluk mengatakan kemampuan BUMN menghadapi transformasi internal juga menjadi satu kebutuhan yang tidak bisa dielakkan. Ia berharap penyusunan RUU BUMN dapat segera dibahas DPR bersama pemerintah dan dapat diselesaikan dalam periode DPR tahun 2019-2024 ini.
“Dengan kerendahan hati kami memohon agar pimpinan DPR sesegera mungkin memberi kesempatan kepada Komisi VI untuk bisa menyelesaikan RUU ini bersama dengan pemerintah," kata Luluk
Poin Revisi Undang-Undang BUMN
Kelanjutan pembahasan revisi UU BUMN menjadi hal yang dinanti Kementerian BUMN. Erick Thohir mengatakan dalam RUU BUMN nanti, peran menteri keuangan menjadi hal penting. Seluruh penugasan dari kementerian wajib disetujui oleh menteri keuangan dan dikomunikasikan kepada DPR.
"Jadi pemerintah punya gambaran proyeksi internal rate of return (IRR) dari investasi tiap penugasan," kata Erick.
Dalam sebuah investasi IRR menjadi indikator untuk mengetahui tingkat efisiensi sebuah investasi. Adapun IRR sendiri merupakan tingkat diskonto dari semua arus kas masa depan yang diharapkan dari suatu investasi atau proyek.
Menurut Erick, salah satu poin penting dari revisi menurut Erick adalah adanya sinergi antara Penyertaan Modal Negara (PMN) dengan dividen. Menurut Erick, kesepakatan antara penentuan PMN dan dividen bisa saja dilakukan dalam waktu bersamaan.
Dalam rapat dengan Baleg sebelumnya, Erick pernah menyatakan adanya anggapan yang selama ini menyebut PMN sebagai hal negatif. Padahal menurut dia, suntikan modal negara merupakan bagian dari menjaga cash flow karena pada akhirnya PMN menyetor dividen pada negara.
Hal lain yang menurut dia perlu dibahas adalah mendorong regulasi terkait bonus dan sanksi kepada direksi BUMN. Menurut Erick pertanggungjawaban direksi BUMN perlu didorong terlebih bila ada kerugian negara akibat korupsi. Di sisi lain ia mendorong adanya bonus untuk direksi yang memiliki kinerja bagus dan bisa membawa perusahaan untuk sehingga membagi dividen pada negara.