Deret Poin Revisi UU TNI, Bolehkan Berbisnis hingga Perluas Jabatan

Amelia Yesidora
19 Juli 2024, 06:07
TNI
ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/rwa.
Anggota Brimob Polda Bali mengenakan kostum kamuflase berjalan meninggalkan lapangan usai mengikuti upacara peringatan Hari Bhayangkara ke-78 di Lapangan Puputan Margarana, Denpasar, Bali, Senin (1/7/2024).
Button AI Summarize

Pembahasan revisi Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 2 Tahun 2002 terus bergulir. Perubahan sudah disetujui sebagai RUU inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat paripurna akhir Mei lalu. 

Pembahasan revisi menuai kritik dari berbagai kalangan. Alasannya, perubahan dibahas dalam waktu yang terbatas menjelang berakhirnya masa jabatan DPR periode 2019-2024 pada akhir September mendatang.

Direktur Imparsial Gufron Mabruri menyorot pembahasan revisi UU TNI yang mulai bergulir terkesan dipaksakan. Ia menilai pembahasan revisi tidak mendesak dan memiliki sejumlah pasal bermasalah. 

"Kami memandang DPR RI sebaiknya menghentikan segala bentuk pembahasan agenda revisi UU TNI, mengingat revisi UU TNI bukan hanya tidak mendesak," kata Gufron seperti dikutip Jumat (19/7). 

Dalam penjelasannya Badan Legislatif beralasan dikebutnya revisi UU Polri dan TNI lantaran merupakan tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi. Baleg mengatakan perubahan diprioritaskan untuk merevisi pasal tentang batas usia pensiun TNI dan Polri agar sama dengan yang berlaku untuk pensiun aparatur negara, mulai dari aparatur sipil negara (ASN) dan jaksa. 

Deret poin usulan dalam revisi UU TNI Polri terbaru:

Memperbolehkan Prajurit TNI Berbisnis

Usulan ini disampaikan Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Kresno Buntoro dalam acara dengar pendapat publik yang dilaksanakan Kementerian Koordinator bidang Politik dan Hukum alias Kemenko Polhukam, Kamis (11/7) lalu. Ia mendasarkan usulan ini dari banyaknya keluarga hingga prajurit yang berbisnis.

Ia mencontohkan istrinya sendiri yang membuka warung di rumah. Bila dikaji dengan UU 34/2004, Kresno bisa dihukum karena ia terlibat dengan bisnis istrinya. Begitu juga ia mencontohkan supirnya yang menjadi supir taksi online usai bekerja dengannya.

Oleh karena itu, ia meminta menghapus Pasal 39 UU TNI huruf c yang berbunyi prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis. “Mestinya yang dilarang adalah institusi TNI untuk berbisnis, tapi kalau prajurit mau buka warung kelontong aja enggak apa-apa,” ujar Kresno, dilansir dari kanal YouTube Kemenko Polhukam, Kamis (18/7).

Presiden Mengatur Teknis TNI Jadi ASN

Dalam UU 34/2004, prajurit TNI aktif hanya bisa duduk di 10 kantor kementerian atau lembaga. Ini meliputi a kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

Kresno melihat bahwa banyak TNI bertugas di luar 10 lembaga yang diatur dalam undang-undang. Hal ini lantas menjadi membingungkan karena jabatan TNI di Bakamla, BNPT, dan BNPB saat ini diperbolehkan dalam undang-undang masing-masing lembaga.

“Pertanyaannya adalah, bila didasarkan pada undang-undang TNI, maka penempatan di sana itu adalah illegal. Tapi kalau didasarkan pada undang-undang sektoral tadi yang saya sebutkan, maka legal,” kata Kresno.

TNI berpakat Laksamana Dua ini mengusulkan revisi Pasal 47 UU 34/2004 sehingga TNI bisa menjabat di kementerian atau lembaga lain yang bidang tugas dan fungsinya butuh tenaga dan keahlian prajurit aktif. Namun, tata tacara, pengangkatan dan pemberhentian, serta pembinaan karier prajurit aktif ini diatur dengan Peraturan Pemerintah. Adapun usulan TNI boleh menjadi ASN ini sebelumnya adalah salah satu usulan DPR.

Penyatuan Pembinaan dengan ASN

Kresno bilang, saat ini ada banyak sistem yang mengurus kinerja ASN, TNi, Polri, hingga Kejaksaan Agung. Ia menyarankan seluruh jabatan ini dijadikan satu di dalam pembinaan personil atau pegawai negeri.

“Pada intinya, sistem atau manajemen pegawai negeri atau ASN itu kalau bisa jangan aneh-aneh, jangan macam-macam,” ujarnya.

Usia Pensiun TNI

Sama dengan usulan revisi sebelumnya, usulan kali ini datang dari DPR. Dalam pasal 53 dan 71 UU 34/2004, seorang prajurit bisa bertugas hingga 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama. Usulan revisi ini mengubah usia pensiun perwira menjadi 60 tahun dan bintara atau tamtama di 58 tahun.

Pelaksanaan ketentuan ini, Kresno harap, bisa dilakukan bertahap. Lalu, hal ini hanya berlaku bagi prajurit yang belum pensiun saat UU diundangkan.

“Ketika perwira usia 60 sudah dilakukan pentahapan, bintara tamtama ketika jadi 58 itu dilakukan pentahapan,” ujar Kresno.

Sama seperti Polri, prajurit TNI bisa melaksanakan tugasnya hingga 65 tahun, asalkan punya jabatan fungsional. Di sisi lain, masa dinas perwira tinggi bintang empat bisa diperpanjang. Perwira bintang empat ini contohnya Panglima TNI, Kepala Staf TNI AD (KSAD), Kepala Staf TNI AL (KSAL), dan Kepala Staf TNI AU (KSAU).

Perpanjangan ditetapkan oleh Keputusan Presiden dan berlaku maksimal dua kali. “Perpanjangan masa dinas keprajuritan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku paling lama 2 (dua) tahun dan/atau dapat diperpanjang kembali sesuai dengan persetujuan Presiden,” tulis Pasal 53 ayat 4 Revisi UU 34/2004.

Reporter: Amelia Yesidora

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...