BPKH: Laporan Keuangan Bisa Surplus Rp 500 M Bila Tak Ada Kebijakan Covid-19

Amelia Yesidora
2 Agustus 2024, 11:37
Siluet anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Amri Yusuf memberikan paparan terkait laporan pengelolaan keuangan haji tahun 2023 saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (1/8/2024).
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU
Siluet anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Amri Yusuf memberikan paparan terkait laporan pengelolaan keuangan haji tahun 2023 saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (1/8/2024).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mencatatkan defisit Rp 317,36 miliar pada laporan keuangan 2023, lantaran menghitung transaksi yang terjadi pada 2020 dan 2022. Defisit operasional 2023 itu dipengaruhi oleh keputusan pemerintah dan DPR yang tidak memberikan tambahan biaya untuk jemaah haji lunas pada 2020 dan 2022 yang batal melaksanakan ibadah haji akibat pandemi Covid-19.

Anggota Badan Pelaksana BPKH Bidang keuangan, Amri Yusuf, mengatakan BPKH kemudian mencatat surplus aset neto dari akumulasi nilai manfaat yang tidak digunakan akibat pembatalan ibadah haji selama dua tahun.

“Transaksi lunas tunda 2020 dan 2022 kita lihat itu totalnya Rp 1 triliun. Kalau kami keluarkan Rp 1 triliun dan tidak masuk transaksi tahun berjalan, artinya ini laporan keuangan harusnya positif sekitar Rp 500 miliar,” kata Amri Yusuf dikutip Jumat (2/8).

Menurutnya, transaksi jamaah lunas tunda 2020 dan 2022 seharusnya tidak dicatatkan di laporan operasional sebagai penambahan beban, tapi dicatatkan dalam transaksi neraca untuk mengurangi laba ditahan.

Melansir laporan keuangan tahunan BPKH, mereka mencatatkan penyaluran rekening virtual kepada jemaah sebesar Rp 3,17 triliun pada 2023. Pada 2022, jumlahnya berbeda sekitar Rp 1 triliun yakni Rp 2,064 triliun.

Bila menggunakan pernyataan Amri, ada perbedaan Rp 1,1 triliun dari transaksi lunas tunda 2020 dan 2022. Defisit komprehensif badan ini Rp 597,7 miliar. Sehingga, bila dikurangi, jumlahnya positif Rp 512 miliar.

Amri juga menjelaskan rasio keuangan utama BPKH juga masih berada di atas standar yang ditetapkan. Rasio solvabilitas BPKH di atas 100%, rasio yield on investment alias imbal hasil investasi rata-rata 6,71%, dan cost to income alias perbandingan biaya dan pemasukan di angka 3,32% atau di bawah 5%.

“Lalu, di Undang-Undang memperbolehkan penggunaan 5% dari nilai manfaat untuk biaya operasional. BPKH hanya memakai 3,32% pada 2023,” katanya.

BPKH Ajukan Revisi UU Pengelolaan Keuangan Haji

Di sisi lain, Amri menyebut ingin mengajukan Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Dalam Pasal 47 UU 34/2014, disebutkan kalau BPKH wajib mengelola dan menyediakan Keuangan Haji yang setara dengan kebutuhan 2 (dua) kali biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Dengan ketentuan itu, BPKH banyak berinvestasi di perbankan yang imbal hasil maksimalnya 5%. Padahal BPKH bisa berinvestasi di surat berharga dengan imbal hasil sekitar 9%.

“Untuk yield, kami saja yang atur, jangan di Undang-Undang. Kami bisa atur di surat berharga yang jatuh tempo satu tahun, tidak harus di deposito,” kata Amri.

Menurut Amri, pengelolaan saat ini masih terbawa pengelolaan biaya haji sebelumnya di Kementerian Agama. Dulu Kemenag tidak boleh berinvestasi, harus memasukkan semua duitnya di deposito.

Saat BPKH pertama kali menerima dana haji, porsi investasi di deposito itu lebih dari 70%. Mereka tetap mengunci porsi itu, namun hati-hati karena lembaga ini tidak fleksibel mengatur investasinya.

Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...