Baleg Klaim Revisi UU Pilkada Tak Mendadak, Presiden Sudah Lama Kirim Surat
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi alias Awiek menyebut bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada tak dilakukan secara mendadak. Rencana revisi menurut Awiek sudah dirancang lama.
"Jadi perlu kami jelaskan bahwa RUU ini merupakan usul inisiatif DPR. Jadi waktu itu dimulai pada tanggal 23 bulan Oktober pada tahun 2023," kata Awiek saat membuka rapat kerja di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).
Awiek mengatakan, draft RUU Pilkada baru di DPR sehingga perlu diberikannya penjelasan atas pengajuan RUU itu. Ia juga menyebut pembahasan terpotong oleh Pemilu 2024 dan segala yang melingkupinya sehingga pembahasan sempat tertunda.
"Surpres dari pemerintah itu sudah lama dan kemarin kita mendapat penugasan dari pimpinan DPR untuk melakukan ruu pembahasan tingkat 1. Jadi ini bukan RUU yang baru diusulkan tapi merupakan kelanjutan dari usul inisiatif DPR yang dalam hal ini hari ini merupakan kelanjutan dalam pembahasan tingkat I," kata dua.
Adapun, Baleg diagendakan menggelar tiga agenda rapat pada Rabu (21/8). Pada pukul 10.00, agenda Rapat Kerja dengan Pemerintah dan DPD terkait pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.
Kemudian, rapat dilanjutkan pada pukul 13.00 WIB dengan agenda pembahasan RUU Pilkada di tingkat panitia kerja (Panja). Lalu, pada pukul 19.00 WIB, Baleg DPR mengagendakan rapat kerja dengan pemerintah dan DPD terkait pengambilan keputusan atas hasil pembahasan RUU Pilkada.
Mahkamah Konstitusi (MK) sehari sebelumnya mengeluarkan keputusan terbaru yang mengatur syarat pencalonan kepala daerah di pemilihan kepala daerah. Dalam putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Selasa (20/8) MK menetapkan syarat baru dalam pengajuan calon kepala daerah.
Gugatan mengenai syarat pencalonan diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada. Kedua partai meminta agar MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional karena membatasi hak partai yang tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengusulkan calon di Pilkada.
UU Pilkada sebelumnya mengatakan bahwa calon kepala daerah di provinsi maupun kabupaten dan kota harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik dengan suara paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah pada pemilu.
Menurut majelis MK ketentuan tersebut inkonstitusional karena pemberlakuan syarat 25% menutup ruang demokrasi. "Mahkamah berpendapat bahwa permohonan para pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk Sebagian," ujar hakim Enny Nurbaningsih yang membacakan putusan.
MK pun menyatakan bahwa untuk bisa ikut Pilkada, maka partai politik atau gabungan partai politik bisa mengusulkan dengan syara sesuai pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang telah dimaknai oleh MK.