Respons Jokowi soal Protes Hakim yang Tak Naik Gaji selama Dua Periode Presiden
Ribuan hakim menuntut kenaikan gaji dan tunjangan yang tak mengalami perubahan selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo. Jokowi menyebut tengah menghitung porsi penyesuaian gaji hakim saat ini.
Dia mengatakan besaran penyesuaian gaji hakim masih dikaji dan dihitung oleh Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Semuanya masih dalam kajian dan perhitungan. Semuanya baru dihitung, dikalkulasi," kata Jokowi seusai menyampaikan sambutan agenda BNI Investor Daily Summit di Jakarta Convention Center pada Selasa (8/10).
Solidaritas Hakim Indonesia mengadakan pertemuan dengan pimpinan DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (8/10). Sebelumnya, ribuan hakim berencana menggelar mogok kerja lewat pengajuan cuti massal berbarengan pada 7-11 Oktober 2024 untuk protes kesejahteraan.
Koordinator Solidaritas Hakim Indonesia, Rangga Lukita Desnata, mengatakan pertemuan dengan DPR bertujuan untuk meminta keadilan bagi para hakim di Indonesia.
"Kali ini kami hanya masyarakat biasa yang disematkan gelar 'wakil Tuhan' yang melapor kepada wakil rakyat dalam hal meminta keadilan," kata Rangga.
Rangga mengatakan, penghasilan hakim saat baru diangkat sekitar Rp 12 juta. Rinciannya, gaji pokok sekira Rp 3 juta dan tunjangan jabatan Rp 8,5 juta. "Setengahnya sudah kami kepada istri untuk biaya sekolah anak, untuk biaya makan sehari-hari, setengah lagi kami pegang berkisar Rp 6 sampai Rp 7 juta," ujarnya.
Menurut Rangga, hakim juga memerlukan rumah hingga kendaraan. Ia khawatir dengan penghasilan tersebut, hakim tak bisa memenuhi kebutuhan itu.
"Kami cukup punya rumah yang sederhana, kami ngambil kredit rumah, bayar DP, misalnya Rp 50 juta, mesti kami kumpulkan lagi itu duit Rp 50 juta. Bayar per bulan Rp 2,5 juta, habis gaji kami," kata Rangga.
Solidaritas Hakim Indonesia menuntut penyesuaian gaji dan tunjangan yang diatur di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 yang telah 12 tahun tidak berubah. Mereka mengatakan, para hakim kini tidak lagi menerima tunjangan kinerja atau remunerasi sejak tahun 2012.
Selain itu, Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia juga menyoroti situasi perbandingan jumlah hakim dan beban kerja yang cenderung tidak proporsional. Menurut Fauzan, komparasi ini dapat dilihat dari laporan tahunan Mahkamah Agung Tahun 2023 yang mencatat jumlah hakim pada tingkat pertama sebanyak 6.069 dengan beban perkara sejumlah 2.845.784 perkara.