MK Putuskan Pengusaha Wajib Utamakan Rekrut Tenaga Kerja Indonesia Dibanding TKA

Yuliawati
Oleh Yuliawati
31 Oktober 2024, 16:53
Sidang Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/YU
Sidang Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan setiap pemberi kerja wajib mengutamakan memperkerjakan tenaga kerja Indonesia daripada tenaga kerja asing (TKA) di semua level pekerjaan. Putusan ini terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

“Dalam hal jabatan belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia, jabatan tersebut dapat diduduki oleh TKA. Namun demikian, penggunaan TKA pun dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar kerja di dalam negeri,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (31/10).

MK menegaskan pemberi kerja diwajibkan untuk menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai tenaga pendamping TKA. Hal ini dilakukan supaya dapat terjadi alih teknologi dan keahlian dari TKA yang dipekerjakan kepada tenaga kerja pendamping.

“Agar tenaga pendamping tersebut dapat memiliki kemampuan yang nantinya menggantikan TKA yang didampingi,” kata Arief.

MK memahami kesempatan bagi TKA di Indonesia merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Terutama, pada sektor-sektor yang memerlukan keahlian khusus yang belum dapat dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia.

Namun, MK menekankan, penggunaan TKA harus didasarkan pada kebutuhan yang jelas dan terukur, serta tidak boleh merugikan kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia. Terlebih, UUD NRI Tahun 1945 telah menegaskan negara bertanggung jawab untuk menyediakan akses kesempatan kerja yang adil bagi warga negara.

Lebih lanjut, MK mengatakan, pada rumusan norma Pasal 42 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 4 UU Nomor 6 Tahun 2023 sejatinya telah terdapat tiga kriteria mempekerjakan TKA, yakni untuk jabatan tertentu, waktu tertentu, serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.

Namun, Pasal 81 angka 4 UU Nomor 6 Tahun 2023 tidak memberikan penjelasan mengenai ketiga kriteria tersebut. Pasal ini hanya menyerahkan pengaturan lebih lanjut ke dalam peraturan pemerintah.

Menurut MK, kondisi tersebut justru berpotensi menimbulkan multitafsir, sehingga bertentangan dengan prinsip jaminan atas hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dalam hal ini jaminan bagi tenaga kerja Indonesia.

Oleh karena itu, agar tidak terjadi penyimpangan dalam penerapannya, MK menyatakan Pasal 42 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 4 UU Nomor 6 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai:

Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki, dengan memerhatikan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

“Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, dalil para pemohon berkenaan dengan konstitusionalitas norma Pasal 42 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 4 UU Nomor 6 Tahun 2023 adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian,” ujar Arief.

Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Para pemohon dalam perkara ini mengajukan 71 poin petitum yang oleh MK dikelompokkan ke dalam tujuh klaster dalil, yakni dalil mengenai penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing), cuti, upah dan minimum upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), uang pesangon (UP), uang penggantian hak upah (UPH), serta uang penghargaan masa kerja (UPMK).

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...