Aturan Terbaru PKWT Karyawan Usai Putusan MK Soal UU Cipta Kerja, Sorot Waktu

Ira Guslina Sufa
6 November 2024, 09:26
MK
ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Buruh pabrik garmen di Citeureup, Bogor, Jawa Barat, Senin (20/2).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan keputusan baru terkait aturan bagi karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau PKWT. Ketentuan baru ini tertuang dalam Putusan Nomor 40/PUU-XXI/2023 dan Putusan Nomor 61/PUU-XXI/2023. Putusan ini merupakan hasil sidang uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang digelar pada Kamis (31/10). 

Melalui putusan ini, MK memberikan kejelasan terkait status dan hak-hak pekerja PKWT, terutama dalam hal masa percobaan, lembur, serta ketentuan perpanjangan waktu kerja yang berlaku. Salah satu sorotan penting dalam Putusan Nomor 40/PUU-XXI/2023 adalah terkait ketentuan masa kerja pada pekerja PKWT. 

Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyatakan pekerja PKWT tidak boleh diberlakukan masa percobaan, karena jika masa percobaan diterapkan, maka hal itu dianggap batal demi hukum. Dalam penambahan frasa "dan masa kerja tetap dihitung," MK menekankan bahwa masa kerja yang dilakukan pada masa percobaan tetap akan diakui, walaupun masa percobaan itu sendiri dinyatakan tidak sah. Dengan ketentuan ini maka masa kerja tetap diperhitungkan dalam pemberian kompensasi dan hak-hak lainnya.

MK juga menyatakan bahwa hubungan kerja berdasarkan PKWT hanya dapat diterapkan pada pekerjaan yang sifatnya sementara atau memiliki batas waktu yang jelas. Jika batas waktu ini dilanggar, maka pekerja PKWT secara otomatis akan beralih status menjadi pekerja tetap (PKWTT). MK menegaskan, pengaturan ini bertujuan untuk melindungi pekerja dari kemungkinan pemanfaatan aturan PKWT secara tidak tepat yang merugikan pekerja dengan status kontrak yang tidak pasti.

Dalam putusan itu Saldi Isra menjelaskan ketentuan tambahan frasa "dan masa kerja tetap dihitung" memberikan kepastian hukum bagi pekerja PKWT dalam kasus yang mensyaratkan masa percobaan. Jika pekerja PKWT menjalani masa percobaan, maka masa kerja yang mereka jalani tetap diakui, meskipun masa percobaan tersebut dinyatakan batal.  Merujuk laman resmi MK, ketentuan ini dibuat untuk mencegah kerugian bagi pekerja dalam penghitungan kompensasi yang berhak mereka terima di akhir kontrak.

Terkait dengan ketentuan lembur, MK juga menanggapi permohonan mengenai Pasal 26 ayat (1) PP 35/2021 yang memiliki substansi yang serupa dengan Pasal 78 dalam UU 6/2023. Hakim Konstitusi Arsul Sani menyatakan bahwa perusahaan harus menghindari penambahan waktu kerja secara berlebihan. Lembur hanya diperbolehkan dalam situasi mendesak yang memerlukan penyelesaian segera. Selain itu, lembur hanya dapat dilakukan dengan persetujuan pekerja dan tidak boleh melebihi empat jam dalam satu hari atau 18 jam dalam satu minggu.

MK menyatakan bahwa aturan lembur ini bukan merupakan bentuk eksploitasi, mengingat pekerja tetap mendapatkan upah lembur sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk melaksanakan lembur, perusahaan diwajibkan mendapatkan persetujuan pekerja melalui dokumen tertulis atau digital. Data pelaksanaan lembur juga harus didokumentasikan secara tertulis, termasuk nama pekerja dan durasi lembur yang dilakukan.

Dalam Putusan Nomor 61/PUU-XXI/2023, MK membahas ketentuan Pasal 56 dalam Pasal 81 angka 12 UU 6/2023 terkait jangka waktu atau selesainya pekerjaan dalam perjanjian PKWT. Menurut Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, ketentuan ini telah mengalami perubahan makna melalui Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang menetapkan batas waktu maksimum lima tahun, termasuk perpanjangan untuk pekerjaan dengan PKWT.

MK menyatakan bahwa keputusan sebelumnya telah memberi makna baru terkait jangka waktu perjanjian PKWT, sehingga permohonan baru yang diajukan dalam Putusan Nomor 61/PUU-XXI/2023 dinyatakan kehilangan objek. Dengan demikian, perjanjian kerja PKWT harus dibuat dengan ketentuan waktu maksimal yang tidak melebihi lima tahun.

Pemaknaan Pasal PKWT dalam Putusan MK Soal UU Cipta Kerja  

Putusan tersebut merupakan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Hal ini merupakan salah satu norma yang dikabulkan MK dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023.

“Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 … bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama lima tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan.”

Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 tersebut sebelumnya berbunyi: “Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan Perjanjian Kerja.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menggarisbawahi bahwa perjanjian kerja dibuat antara pihak pengusaha dan pihak pekerja atau buruh dalam kedudukan para pihak yang tidak seimbang. Pekerja atau buruh, kata MK, merupakan pihak yang berada dalam posisi yang lebih lemah.

MK menyatakan jangka waktu PKWT penting untuk diatur di dalam undang-undang, bukan dalam peraturan turunan maupun perjanjian lainnya. “Norma yang mengatur mengenai jangka waktu PKWT merupakan norma yang sangat penting untuk diatur dalam undang-undang, sehingga perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja atau buruh harus mendasarkan pada norma dalam undang-undang,” kata Hakim Konstitusi Arsul Sani membacakan pertimbangan hukum MK.

Sementara itu, terkait dengan penentuan secara definitif lamanya jangka waktu PKWT, MK sejatinya berpendirian bahwa hal tersebut termasuk ke dalam kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang.

Namun, menurut MK, posisi buruh dalam perjanjian kerja tidak seimbang dengan pengusaha atau pemberi kerja. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 UU Nomor 6 Tahun 2023 menimbulkan ketidakadilan yang tidak bisa ditoleransi.

Atas dasar itu, sebelum Pasal 81 angka 12 UU Nomor 6 Tahun 2023 diubah oleh pembentuk undang-undang, MK menegaskan jangka waktu PKWT adalah paling lama lima tahun, sebagaimana yang selama ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021.

Berkaitan dengan hal ini, MK mereformulasi norma Pasal 57 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 13 Lampiran UU Cipta Kerja menjadi: "Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin".

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...