Prabowo Instruksikan Industri Pacu Produksi Sawit, Wamentan Ungkap 5 Skenario
Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menyampaikan keyakinannya atas masa depan industri kelapa sawit Indonesia. Ia menilai industri ini masih akan terus memberikan kontribusi terhadap devisa Indonesia di masa datang.
“Sebagai produsen kelapa sawit terbesar dunia, Indonesia secara signifikan berkontribusi terhadap energi terbarukan, produk makanan dan industri oleokimia dunia,” ujar Sudaryono dalam sambutan pada pembukaan Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2024 yang berlangsung di The Westin Resort, Bali, Kamis (7/11).
Ia menjelaskan, saat ini kelapa sawit Indonesia berkontribusi 25% terhadap produksi minyak nabati dunia, dan 59% terhadap produksi kelapa sawit dunia. Selain itu, pemerintah mencatat industri kelapa sawit menyediakan 16 juta lapangan pekerjaan, termasuk petani skala kecil.
Menurut Sudaryono, sebagai bagian dari upaya mendukung industri kelapa sawit Indonesia, pemerintahan Prabowo Subianto telah menerapkan mandat 35% biodiesel berbasis sawit untuk kendaraan dan industri. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan kelapa sawit domestik, mengurangi impor bahan bakar fosil dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).
Ia menjelaskan adaptasi B35 pada 2023 telah menghasilkan penurunan ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil. Tindakan ini telah menghemat biaya lebih dari US$ 7,9 miliar untuk impor bahan bakar fosil.
“Ke depan Indonesia menargetkan pengembangan B50 yang menggambarkan perubahan kebijakan energi serta mendukung agrikultur lokal,” ujar Sudaryono.
Meski begitu ia mengakui kebijakan untuk mengarahkan sawit menjadi bahan bakar B50 ini secara tidak langsung akan menyedot kebutuhan sawit untuk industri. Karena itu pemerintah kata Sudaryono telah menyiapkan lima skenario untuk mendukung produksi sawit dalam negeri.
Lima Skenario Tingkatkan Produksi Sawit
Pada forum yang diikuti oleh pelaku industri kelapa sawit, petani dan industri pendukung, Sudaryono menjelaskan strategi pertama yang perlu dilakukan adalah program penanaman kembali untuk petani kecil melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Penanaman kembali atau replanting ini menurut Sudaryono perlu menjadi perhatian lantaran sangat bergantung pada kualitas bibit. Program ini menargetkan 120 ribu hektar per tahun dengan dana hibah dari pemerintah Indonesia senilai Rp60 juta per hektar yang telah dimulai sejak 2017.
Ia berharap industri bisa bekerja maksimal dalam memberikan edukasi kepada petani sawit agar bisa menggunakan bibit sawit yang sudah bersertifikat. Menurut Sudaryono saat ini masih ada petani yang membeli bibit melalui online sehingga tak bisa dijamin kualitas hasil tanam.
Skema kedua adalah dengan memberikan dukungan kepada perusahaan perkebunan untuk meningkatkan hasil dengan mengimplementasikan praktik pertanian yang lebih baik dengan varietas unggul. Pemerintah juga mendorong perusahaan perkebunan meningkatkan hasil panen dengan menerapkan Good Agriculture Practices (GAP).
Skema ketiga menurut adalah melakukan upaya antisipasi atas adanya stigma negatif terhadap industri sawit nasional. Ia mengakui saat ini produksi minyak kelapa sawit telah dikritik karena menyebabkan deforestasi, kehilangan keanekaragaman hayati, dan emisi gas rumah kaca.
“Indonesia telah menanggapinya dengan menerapkan sistem sertifikasi minyak kelapa sawit berkelanjutan melalui ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan kebijakan perubahan penggunaan lahan yang lebih ketat,” ujar Sudaryono.
Skenario keempat adalah inisiatif peningkatan hasil dengan penekanan pada best practices pada manajemen agrikultur, material tanam unggul dan perbaikan teknik panen. Strategi terakhir adalah investasi pada riset dan pengembangan untuk menghasilkan bibit unggul, varietas yang kebal penyakit dan mengembangkan pupuk yang efisien dan ramah lingkungan.
Pada momen yang sama, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono mengakui dari sisi produksi dan nilai ekspor, performa industri pada 2024 menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Hingga Agustus 2024 produksi kelapa sawit mencapai 34,7 juta ton. Jumlah produksi ini turun dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 36,2 juta ton.
Sementara itu total ekspor kelapa sawit pada periode Januari - Agustus 2023 mencapai 21 juta ton dengan nilai US$ 20,597 juta. Nilai ini turun menjadi 20,1 juta ton dengan nilai US$17,349 juta. Pada 2024, nilai konsumsi domestik kelapa sawit Indonesia mencapai 15,6 juta ton.
Meski produksi dan nilai ekspor sementera menurun, Eddy optimistis pada 2025 akan terjadi kenaikan. Hal ini terlihat dari komitmen pemerintah untuk meningkatkan konsumsi domestik melalui beberapa program mandatori biodiesel, maupun akselerasi perkebunan sawit rakyat (PSR).