Pengamat: Direksi Semestinya Terlindungi Jika Aksi Korporasi Sesuai Prinsip GCG

Uji Sukma Medianti
Oleh Uji Sukma Medianti - Tim Publikasi Katadata
14 November 2024, 21:58
Diskusi Kriminalisasi Kebijakan dalam Jerat Pidana Korupsi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Kamis (14/11). Foto: Ade Rosman/Katadata
Katadata
Diskusi Kriminalisasi Kebijakan dalam Jerat Pidana Korupsi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Kamis (14/11). Foto: Ade Rosman/Katadata
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pengajar Program Pascasarjana Universitas Borobudur Ahmad Redi menilai Business Judgement Rules adalah bagian dari aksi korporasi yang dilakukan oleh direksi. Hal ini terkait direksi perseroan tidak dapat dibebankan tanggung jawab secara hukum atas keputusan yang diambilnya walaupun menimbulkan kerugian.

Dengan catatan, sepanjang sebuah kebijakan dibuat dengan memenuhi unsur itikad baik, akuntabel, dan dijalankan dengan prinsip kehati-hatian sesuai UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), maka keputusan direksi sudah terlindungi. 

“Jika aksi korporasi dilakukan sesuai prinsip GCG (good corporate governance), direksi sudah dilindungi (UU) sebetulnya,” ujar pada acara seminar bertajuk Kriminalisasi Kebijakan dalam Jerat Pidana Korupsi yang digelar Lembaga Kajian Hukum UI Bersama Katadata Insight Center (KIC), di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Kamis (14/11).

Sebaliknya, ia menambahkan, apabila direksi menjalankan keputusan Perseroan dengan serampangan, punya benturan kepentingan, dan tidak berusaha mencegah kerugian maka menurut Undang-Undang 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hal ini bisa dikenakan tindak pidana.

Meski demikian, masih terdapat kontroversi pada pasal 2 dan 3 UU 31 Tahun 1999. Hal ini diungkapkan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita yang hadir sebagai pembicara. "Sekarang dengan Pasal 3, kebijakan menteri bisa dikriminalisasi," katanya. 

Sebagai bagian dari tim perumus UU Tipikor, Romli mengusulkan agar kedua pasal itu untuk direvisi, bukan dihapus. "Bisa jadi bumerang bagi pemerintahan Prabowo jika dihapus, Pasal 2 dan 3 UU Tipikor," kata dia.

Wakil Ketua KPK 2003-2007 Amien Sunaryadi mempunyai pandangan lain. Menurutnya, kedua pasal itu sebaiknya dicabut saja melalui judicial review. Amien berargumen pasal-pasal tersebut sudah tidak relevan dalam upaya pemberantasan korupsi saat ini. 

"Kalau itu dicabut, rumuskan transisi seperti apa (tindakan merugikan negara) yang bisa diproses (hukum). Lalu, untuk memberantas korupsinya bagaimana? Fokus ke suap dan gratifikasi," terangnya dalam kesempatan yang sama. 

Dia menilai, sejak orde baru hingga reformasi pasal yang dipakai dalam tindak pidana korupsi adalah merugikan keuangan negara. Padahal di Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 itu banyak pasal lain yang menyoal tentang tindak pidana korupsi. 

"Jadi di era akhir orde baru 98 sampai era reformasi masih sama persis. Fokus (aparat penegak hukum) terlalu banyak di pasal merugikan keuangan negara. Hasilnya sama-sama gagal melakukan pemberantasan korupsi," tutur dia.

Mantan Kepala SKK Migas ini menerangkan jenis korupsi yang paling banyak terjadi sampai hari ini adalah suap. Jika dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia parameter yang sangat penting adalah mengenai suap. Menurutnya, apabila suap tidak diberantas maka IPK Indonesia bisa terus memburuk.

"Jadi kalau suap tidak diberantas indeks persepsi korupsi kita akan jelek terus," ujarnya.

Selain itu, frasa soal kerugian negara dalam pasal di Undang-Undang Tipikor 1999 perlu diubah lantaran Indonesia kesulitan untuk meminta sistem bantuan timbal balik dalam masalah pidana atau mutual legal assistance (MLA). 

Hal ini diamini oleh Wakil Ketua KPK 2007-2011 Chandra Hamzah yang turut menjadi pembicara. Dia menjelaskan, di negara lain ada dual criminality di mana tindakan kriminal di Indonesia belum tentu dianggap tindakan kriminal juga di negara lain. 

Sehingga, ia melanjutkan, penggunaan frasa kerugian negara dalam pengusutan tindak pidana korupsi akan sulit dipahami oleh negara lain. Misalnya di Amerika Serikat, dalam kerja sama penyidikan yang dikenal istilahnya adalah suap.

"Dalam rezim hukum, negara mana yang ada frasa kerugian negara? Untuk MLA dengan negara lain, saat kerja sama penyidikan di Amerika Serikat, (namanya) suap. Vocabulary-nya sama, suap," tutur dia.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...