ICW Kritik Pimpinan KPK Didominasi Aparat, Desak Mundur dari Instansi Asal
Pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 telah dipilih dan ditetapkan oleh Komisi III DPR RI. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti komposisi pimpinan KPK yang didominasi figur-figur dari klaster aparat penegak hukum, yakni empat dari lima pimpinan terpilih.
Lima pimpinan KPK terpilih yakni Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Setyo Budiyanto sebagai Ketua, dan Fitroh Rohcahyanto dari unsur jaksa aktif, Johanis Tanak dari unsur Pensiunan Jaksa/Petahana, Ibnu Basuki Widodo dari unsur Hakim, serta Agus Joko Pramono dari unsur Mantan Wakil Ketua BPK.
Menanggapi komposisi tersebut, ICW mendesak pimpinan KPK terpilih yang berasal dari penegak hukum tidak hanya mengundurkan diri dari jabatannya, melainkan juga mengundurkan diri dari instansi asal, baik kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung. Merujuk Pasal 29 huruf i Undang-Undang KPK, pimpinan KPK terpilih harus mundur dari jabatan.
"Jika hanya mundur dari jabatan bukan tidak mungkin mereka akan punya loyalitas ganda. Akibatnya, setiap tindakan yang nanti mereka ambil akan bias dengan kepentingan institusi asal," kata peneliti ICW, Diky Anandya seperti dikutip Jumat (22/11).
Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK itu menjelaskan bahwa salah satu subjek dari proses hukum yang ditangani oleh KPK adalah aparat penegak hukum. Menurut Diky, pertanyaan reflektif yang muncul yakni apakah pimpinan dapat bertindak objektif dan imparsial jika pada masa mendatang KPK mengusut dugaan tindak pidana korupsi di instansi asalnya.
Diky juga menyoroti proses penyeleksian dan pemilihan pimpinan KPK oleh Komisi III DPR. Menurutnya, pemilihan figur tidak didasarkan pada aspek kompetensi dan rekam jejak kandidat, melainkan sekadar penilaian dan selera subjektif dari anggota komisi hukum DPR.
Ia mengatakan, sinyal itu dapat diprediksi sejak saat proses uji kelayakan, yang mana mayoritas pertanyaan untuk melihat pandangan kandidat mengenai revisi UU KPK pada tahun 2019 lalu dan mekanisme penindakan yang dilakukan oleh KPK melalui metode Operasi Tangkap Tangan (OTT).
"Mudah ditebak, Pimpinan KPK terpilih merupakan kandidat yang jawabannya sangat kontra-produktif dengan semangat pemberantasan korupsi, misalnya, Setyo hingga Agus menyebutkan KPK masih perlu menerapkan OTT, namun perlu dibatasi dan selektif," kata dia.
Diky juga menyoroti pernyataan gamblang yang menyebut akan menghapus OTT jika terpilih. Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menetapkan lima nama yang akan menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029. Lima nama terpilih melalui pemilihan suara langsung atau voting yang berlangsung Kamis (21/11).
Mekanisme voting ditetapkan DPR dalam rapat pleno usai menuntaskan uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test terhadap 10 calon pimpinan yang diajukan panitia seleksi. Uji kepatutan calon pimpinan KPK dilakukan pada Senin (18/11) dan Selasa (19/11).
Berdasarkan pantauan dari pemilihan suara langsung atau voting di ruang rapat kerja Komisi III, Komjen Setyo Budianto terpilih sebagai ketua. Setyo merupakan seorang perwira tinggi bintang tiga di lingkungan kepolisian RI, Saat mengikuti seleksi capim KPK ia menjabat sebagai inspektur Jenderal Kementerian Pertanian.
Dalam pemilihan di Komisi III DPR yang berlangsung Kamis (21/11), setiap anggota Komisi memberikan suara untuk dua hal yaitu calon pimpinan dan calon ketua. Berdasarkan hasil voting, Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Setyo Budianto terpilih sebagai ketua dengan 47 suara.
Selanjutnya untuk posisi pimpinan Setyo mengantongi 45 suara. Adapun empat nama calon lainnya yang mengantongi suara terbanyak adalah Fitroh Rohcahyanto dan Johanis Tanak yang masing-masing mendapatkan 48 Suara. Dua calon lainnya yang mendapat suara terbanyak adalah Ibnu Basuki Widodo dan Agus Joko Pramono. Ibnu mengantongi 32 suara dan Agus mengantongi 38 suara.