KPK Sebut Analisis LHKPN Dedy Mandarsyah Bisa Selesai dalam Tiga Hari
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara Nawawi Pomolango memperkirakan analisis Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Kalimantan Barat (BPJN Kalbar) Dedy Mandarsyah bisa rampung dalam waktu singkat. LHKPN Dedy disorot usai anaknya Lady Aurelia Pramesti terseret dalam kasus penganiayaan terhadap dokter koas di Universitas Sriwijaya.
"Biasanya cepat saja, paling 2-3 hari," kata Nawawi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (16/12). Nawawi menjelaskan potensi KPK mengundang Dedy Mandarsyah untuk klarifikasi tergantung hasil analisis dari tim Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK.
"Kalau ada hal yang perlu dilakukan konfirmasi mereka akan panggil," ujarnya. Ia kemudian menambahkan pihak KPK pasti akan mengundang yang bersangkutan untuk klarifikasi apabila ada temuan.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Herda Helmijaya mengatakan KPK masih menganalisis LHKPN Dedy Mandarsyah. Herda mengungkapkan salah satu poin dalam analisis LHKPN adalah asal usul kekayaan yang dilaporkan.
Selain itu ia mengatakan KPK juga akan menganalisis apakah ada anomali soal harta yang dilaporkan ke KPK. Dalam kajian tersebut KPK menurut Herda akan melihat komposisi harta bergerak dan jumlah kas.
“Lihat letak posisi harta dan nilai pasarnya serta lihat posisi kas yang dia punya dikaitkan dengan profil pekerjaan, lalu analisis lonjakannya dan pernah menjabat di mana saja," ujarnya.
Saat ditanya apakah KPK menemukan anomali dalam LHKPN Dedy, Herda enggan berkomentar lantaran masih dalam proses analisis oleh Direktorat LHKPN KPK. "Nanti lihat saja apakah ada yang dipanggil atau tidak," tuturnya.
Kepala BPJN Kalimantan Barat Dedy Mandarsyah dalam LHKPN terbarunya melaporkan memiliki kekayaan total Rp 9,4 miliar. Jumlah itu mengalami peningkatan cukup pesat dibanding LHKPN 2016 senilai Rp 3,6 miliar.
Nama Dedy Mandarsyah menjadi sorotan publik terkait kasus penganiayaan yang dilakukan Fadilah alias Datuk kepada dokter koas bernama Muhammad Luthfi Hadhyan. Fadilah kemudian diketahui yang bekerja untuk keluarga Dedy Mandarsyah.
Penganiayaan tersebut diduga terjadi karena protes dari putri Dedy bernama Lady terkait jadwal piket yang disusun Luthfi.