Kasus Harun Masiku Berbuntut Panjang: Hasto Tersangka, Yasonna Dicekal
Kasus Harun Masiku berbuntut panjang hingga Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menjadi tersangka. Tak hanya itu, Ketua DPP PDIP yang juga mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly juga terseret kasus itu dan dicekal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Harun Masiku merupakan eks calon anggota legislatif dari PDIP yang telah buron selama lima tahun. Harun diduga terlibat dalam penyuapan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat itu yaitu Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Dalam perkara itu Wahyu sudah ditetapkan bersalah dan menjalani hukuman. Sementara Harun Masiku yang diduga menyiapkan uang sekitar Rp 850 juta sebagai pelicin tak kunjung memenuhi panggilan KPK hingga ditetapkan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan penyidik menemukan bukti keterlibatan Hasto dalam perkara tersebut. Nama Hasto menurut dia muncul saat penyidik mendalami dugaan suap Harun pada Wahyu.
"Penyidik menemukan bukti keterlibatan saudara Hasto dan saudara Donny Tri Istiqomah selaku orang kepercayaan saudara Hasto," kata Setyo dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jalarta, Selasa (24/12).
Setyo mengatakan, Hasto bersama dengan Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberikan suap terhadap Wahyu Setiawan terkait penetapan anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024.
Tak hanya itu, KPK juga menetapkan Hasto sebagai tersangka perintangan penyidikan perkara yang menjerat Harun Masiku itu. Alasannya, Pada saat operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada 8 Januari 2020, Hasto memerintahkan penjaga rumah aspirasi yang merupakan kantornya untuk mengarahkan Harun agar merendam ponselnya dalam air dan segera melarikan diri.
Tak hanya itu, sebelum diperiksa penyidik pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel. Menurut penyidik, upaya itu dilakukan agar KPK tak bisa menemukan bukti.
"Saudara Hasto mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar saksi tidak memberikan keterangan yang sebenarnya," kata Setyo.
KPK juga mencegah Hasto dan mantan Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly ke luar negeri terkait pencarian Harun Masiku. Pencekalan tersebut dirilis KPK pada Selasa (24/7).
"KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap dua orang warga negara indonesia yaitu YHL dan HK," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (25/12).
Larangan bepergian keluar negeri tersebut dilakukan oleh penyidik karena keberadaan keduanya di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan korupsi.
KPK juga telah memeriksa Yasonna selama tujuh jam pada Rabu (18/12). Penyidik KPK mencecar mengenai data perlintasan Harun Masiku di Bandara Soekarno-Hatta pada Januari 2020.
Ketika itu Harun Masiku sempat pulang dari Singapura, tapi kemudian hilang jejaknya ketika tim penyidik KPK hendak melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). "Kapasitas saya sebagai menteri, saya menyerahkan tentang perlintasan Harun Masiku. Itu saja," kata Yasonna usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (18/12).
KPK juga mencecar pertanyaan berkaitan dengan surat putusan dan fatwa Mahkamah Agung (MA). Fatwa itu menjadi dasar PDIP untuk memperjuangkan Harun Masiku sebagai anggota DPR, menggantikan Riezky Aprilia melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) dalam Pemilu Legislatif 2019 lalu.
Yasonna mengatakan pertanyaan itu terkait posisinya sebagai Ketua DPP Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi Rakyat PDIP periode 2019-2024. "Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung, untuk permintaan fatwa, fatwa tentang keputusan Mahkamah Agung nomor 57," kata dia.
Yasonna mengatakan, dirinya selaku ketua DPP PDIP Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi Rakyat menandatangani permintaan fatwa tersebut. "Karena di situ ada perbedaan tafsir antara KPU dan DPP, tentang suara caleg yang meninggal. Saya kirim surat ke Mahkamah Agung," kata dia.
Yasonna mengatakan, sewaktu proses pencalegan, terdapat tafsir berbeda setelah ada judicial review. Ia mengatakan, DPP PDIP mengirimkan surat tentang penetapan caleg dan KPU menanggapi berbeda.
"Mahkamah Agung membalas fatwa tersebut sesuai dengan pertimbangan hukum supaya ada pertimbangan hukum tentang diskresi partai dalam menetapkan calon terpilih," kata Yasonna.