Prabowo Ancam Tenggelamkan Kapal Pengangkut Barang Tekstil Impor Ilegal
Presiden Prabowo Subianto menduga situasi rontoknya industri tekstil domestik saat ini disebabkan oleh penyelundupan produk tekstil dari luar negeri. Dia pun mengancam akan menenggelamkan bila ada kapal yang ketahuan mengangkut impor barang kain selundupan.
"Penyelundupan tekstil mengancam industri tekstil dan kehidupan ratusan ribu pekerja industri tekstil kita," kata Prabowo saat memberikan arahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada Senin (30/12).
Dia mengatakan saat ini tengah berkonsultasi dengan sejumlah pakar hukum untuk mengidentifikasi wewenang presiden untuk menghapus praktik penyelundupan tekstil. "Kalau mereka mengancam kehidupan rakyat Indonesia, kalau perlu kita tenggelamkan kapal-kapal itu," ujar Prabowo.
Sebelumnya, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah merilis data impor tekstil dan produk tekstil yang masuk ke dalam negeri dua kali lipat dari yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS). Pemerintah menaksir potensi nilai yang hilang dari perekonomian nasional akibat hal tersebut mencapai Rp 11,83 triliun per tahun.
Plt. Deputi Bidang UKM KemenKopUKM Temmy Setya Permana mencatat produk TPT yang tidak tercatat oleh BPS adalah pakaian jadi atau pos tarif 60 sampai 63. Temmy mendata selisih data impor BPS dan data produk TPT yang diekspor ke Indonesia konsisten tumbuh pada 2019-2022.
"Pakaian ilegal yang tidak tercatat oleh BPS ini yang mendistorsi harga di pasar karena harga pakaian impor ini sangat murah dan dijual secara daring," kata Temmy di kantornya di Jakarta, Selasa (6/8).
Temmy mencatat pakaian impor ilegal tersebut dijual dengan harga Rp 3.500 sampai Rp 10.000 per lembar. Angka tersebut tidak termasuk harga pakaian bekas impor ilegal karena tidak tercatat dalam pos tarif negara asal maupun BPS.
Temmy menghitung masifnya impor tekstil ilegal tersebut membuat serapan tenaga kerja hilang 67.000 orang dengan total pendapatan Rp 2 triliun per tahun. Pada saat yang sama, negara kehilangan pendapatan hingga Rp 6,2 triliun per tahun.