Dokter Minta Masyarakat Waspadai Gangguan Irama Jantung, Ini Ciri-cirinya

Ade Rosman
19 Februari 2025, 20:52
jantung, dokter, aritmia, kesehatan
Katadata
Konsultan Intervensi Jantung dan Aritmia Eka Hospital BSD dr. Ignatius Yansen. Foto: Ade Rosman/Katadata
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Konsultan Intervensi Jantung dan Aritmia Eka Hospital BSD dr. Ignatius Yansen mengingatkan tentang pentingnya menjaga kesehatan jantung. Pasalnya, jantung mulai bedetak sejak manusia masih berbentuk janin berusia empat bulan hingga akhirnya tutup usia.

Ignatius juga meminta masyarakat mewaspadai gangguan irama jantung atau aritmia. Ia menjelaskan, jantung tak hanya terdiri dari pembuluh darah, namun juga terdapat otot serta katup. Gangguan irama jantung berkaitan dengan 'kabel listrik' dalam organ tersebut.

"Listrik jantung, entah yang (denyutnya) cepat atau yang lambat. Pelan banget, atau cepat banget," kata Ignatius dalam acara Ngobrol Sehat bersama Media di Jakarta Selatan, Kamis (19/2).

Konsultan Intervensi Jantung dan Aritmia Eka Hospital BSD itu menjelaskan, normalnya denyut jantung berkisar 60 - 100 kali per menit dalam waktu istirahat. "Jadi kalau sekarang lagi duduk santai, kita raba nadi, nadi kita tuh cuma 60 sampai 100 kali," kata dia.

Ignatius mengatakan, gangguan irama jantung diklasifikasikan menjadi sangat cepat, sangat lambat, dan tidak beraturan. Tolok ukur denyut jantung lambat berkisar 30 sampai 40 kali per menit. Sedangkan yang cepat 180 hingga 200 kali per menit. 

Dia menjelaskan, gangguan irama jantung berbeda dengan penyakit jantung koroner atau penyumbatan yang mana didominasi usia yang tergolong lanjut. Gangguan irama jantung bisa diderita semua usia, mulai dari bayi baru lahir hingga lansia.

"Bayi baru lahir denyutnya 140 sampai 160 kali. Jadi kalau bayi baru lahir denyutnya itu cuma 80 kali itu tidak normal," kata Ignatius. Ia mengatakan, bayi dengan gangguan irama jantung harus dipasang alat pacu jantung.

Ignatius juga mengatakan, Artrial fibrilasi atau irama yang tak beraturan merupakan gangguan irama jantung yang paling sering dan paling banyak didapati. Ignatius mengatakan, faktor utamanya karena usia.

"(Usia) 80 tahun itu kurang lebih 10-15 persen akan menderita artrial fibrilasi atau gangguan irama yang tidak beraturan," kata dia.

Gangguan ini dapat menyebabkan gumpalan-gumpalan darah yang berakibat pada stroke.  "Kejadiannya lima kali lipat diandingkan pasien-pasien yang tanpa anemia atau artrial fibrilasi," kata Ignatius.

Dia mengatakan, denyut yang pelan disebabkan karena 'baterai' jantung sudah mulai soak. Sedangkan jika jantung berpacu ceopt karena 'kabel-kabel' sudah tidak berfungsi dengan baik.

"Pasien-pasien usia lanjut. Normalnya 60-100 kali, tiba-tiba turun cuma 30-40 kali, akan menyebabkan pusing atau sampai pingsan. Ini yamg nanti dibantu dengan pemasangan alat pacu jantung," kata dia.

Dia mengatakan, pasien harus memeriksakan diri jika tengah berdebar untuk mengetahui apakah memiliki gangguan irama jantung. Ia juga menyarankan pasien menggunakan alat bantu yang dapat mendeteksi denyut jantung seperti smartwatch, alat tensi, maupun oksimeter, karena denyutnya terkesan halus.

Pasien bisa datang ke dokter atau rumah sakit berbekal hasil rekaman tersebut untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. "Langsung ke RS untuk EKG, atau yang kedua menggunakan alat-alat yang bisa dipakai, entah alat tensi, smartwatch. Karena denyutnya 200 saat istirahat itu pasti tidak wajar," kata dia.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ade Rosman

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...