Deklarasi Merauke: Masyarakat Adat dan Sipil Tolak PSN


Lebih dari 250 masyarakat adat, masyarakat lokal, dan berbagai organisasi sipil dari seluruh Indonesia mengumumkan Deklarasi Merauke. Deklarasi tersebut merupakan hasil dari pertemuan "Konsolidasi Solidaritas Merauke" yang berlangsung pada 11-14 Maret di Kota Merauke, Papua Selatan.
Deklarasi ini menolak berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) di seluruh Indonesia. Koordinator Solidaritas Merauke, Franky Samperante, menjelaskan, sejak terbit Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang percepatan pembangunan PSN, alih-alih membawa kemakmuran untuk rakyat, proyek ini justru memicu segudang masalah. Terutama bagi masyarakat adat.
“Tugas kita berikutnya adalah memperbesar gerakan Solidaritas Merauke dan terus menolak dan melawan PSN, serta proyek-proyek atas nama kepentingan nasional lainnya yang jelas-jelas mengorbankan rakyat, dan sejatinya hanya menguntungkan segelintir orang,” kata Franky dalam keterangan tertulis yang diterima Katadata.co.id, Minggu (16/3).
Masalah-masalah yang muncul akibat proyek PSN, kata Franky, kini dilanjutkan oleh Presiden Prabowo Subianto, yang baru-baru ini juga menetapkan 77 PSN. Kendati sejumlah proyek era Jokowi dicoret dari daftar PSN, ancaman perampasan tanah serta ruang hidup dan pelanggaran hak-hak masyarakat dinilai tak akan serta-merta hilang.
“Kami menuntut penghentian total proyek-proyek atas nama kepentingan nasional lainnya yang jelas-jelas mengorbankan rakyat. Pelaku kejahatan-negara-korporasi wajib mengembalikan semua kekayaan rakyat yang dicuri dan segera memulihkan kesehatan dan ruang hidup rakyat di seluruh wilayah yang dikorbankan atas nama kepentingan nasional,” demikian petikan deklarasi tersebut.
Warga yang hadir merupakan masyarakat terdampak proyek food estate Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Keerom-Papua, Merauke dan Mappi, Papua Selatan; proyek Rempang Eco City di Kepulauan Riau; proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur; proyek geothermal Poco Leok di Nusa Tenggara Timur; industri ekstraktif Hutan Tanaman Energi dan bioenergi di Jambi; berbagai proyek PSN di Fakfak dan Teluk Bintuni, Papua Barat, serta ekspansi perkebunan sawit di seluruh tanah Papua.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Sigiro yang hadir dalam deklarasi itu mengatakan, sepanjang 2020-2023, lembaganya mencatat setidaknya 114 kasus aduan terkait dengan PSN yang diduga melanggar HAM dalam berbagai bentuk. Ia menyebutkan Komnas HAM juga telah menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Kementerian dan Lembaga terkait.
“Pada kenyataannya rekomendasi Komnas HAM tidak selalu diikuti, tetapi sangat penting untuk membuat rekomendasi. Sebab kalau tidak, kami tidak melanjutkan apa yang menjadi keluhan masyarakat kepada pemerintah atau kepada pihak yang bertanggung jawab,” kata Atnike.
Wakil Menteri Hak Asasi Manusia Mugiyanto Sipin, yang juga hadir, berjanji akan "membungkus" tuntutan tersebut untuk kemudian disampaikan ke berbagai kementerian/lembaga yang terkait dengan PSN. "Karena itu memang tanggung jawab kami untuk kami bawa ke Jakarta," katanya.