Revisi UU TNI Dihujani Kritik, dari Masyarakat Sipil hingga PBNU


Kritik terhadap Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus bermunculan. Kritik yang diberikan utamanya terkait wacana perluasan pos bagi TNI di jabatan sipil hingga usia pensiun.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti sejumlah pasal yang berpotensi mengandung masalah dalam Revisi Undang-Undang TNI. Mereka mengkhawatirkan dwifungsi TNI dan militerisme kembali jika pasal-pasal tersebut disahkan.
"Koalisi menolak DIM RUU TNI yang disampaikan pemerintah ke DPR karena masih mengandung pasal-pasal bermasalah," demikian keterangan Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan tertulis, Jumat (14/3).
Potensi masalah pertama adalah perluasan fungsi TNI di jabatan sipil yakni Kejaksaan Agung serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Koalisi beranggapan fungsi TNI sejatinya adalah alat pertahanan negara, bukan penegak hukum.
Mereka juga mengkritisi posisi Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil). Menurut koalisi, keberadaan Jampidmil tidak diperlukan karena hanya menangani perkara terkoneksi TNI.
"Untuk kepentingan koneksitas sebenarnya bisa dilakukan secara kasuistik dengan membentuk tim ad hoc gabungan tim Kejaksaan Agung dan oditur militer," kata Koalisi.
Kritik juga disampaikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketua PBNU Mohamad Syafi'i Alielha atau Savic Ali menilai revisi UU bernomor kop 34 Tahun 2024 itu berpotensi menghidupkan lagi dwifungsi TNI.
Sama seperti Masyarakat Sipil, Savic juga menyoroti penambahan pos bagi TNI di Kejagung hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ia juga mengangap revisi tersebut tak masuk akal.
"Sekarang dwifungsi, memang dalam skala yang lebih terbatas," kata Savic dalam keterangan tertulis, Senin (17/3).
Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Christina Clarissa Intania juga mengingatkan bahwa supremasi sipil perlu dikedepankan. Menurutnya, Usulan penambahan jabatan sipil baru untuk TNI berlawanan dengan semangat Reformasi 1998.
"UU TNI sudah mengatur jelas bahwa TNI aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil," kata Christina pada Jumat (14/3) dikutip dari Antara.
Tiga Pasal Revisi
Sedangkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, terdapat perbedaan dalam dinamika pembahasan revisi Undang-Undang TNI.
Ia mengatakan, dalam revisi UU TNI yang dilakukan DPR dan pemerintah difokuskan pada tiga pasal. Dasco mengatakan, dalam revisi UU TNI, hanya tiga pasal yang direvisi yakni Pasal 3, Pasal 53, dan Pasal 47. Menurutnya, pasal-pasal yang beredar di media sosial berbeda dengan pasal pembahasan.
"Kalaupun ada pasal-pasal yang sama yang kita sampaikan itu juga isinya sangat berbeda," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/3).