PBNU Kritik Keras Revisi UU TNI: Berpotensi Hidupkan Kembali Dwifungsi


Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi'i Alielha alias Savic Ali menilai revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) berpotensi menghidupkan kembali praktik dwifungsi yang pernah terjadi di era Orde Baru.
"TNI punya peran di luar wilayah keamanan negara itu artinya dwi fungsi TNI, walaupun dwifungsi yang lebih terbatas, tidak sama persis dengan zaman Orba," kata Savic, dilansir dari laman resmi NU, Senin (17/3).
Dalam pernyataannya, Savic menyoroti poin penambahan jabatan sipil bagi prajurit yang dibahas dalam revisi UU TNI, termasuk di Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Menurut Savic, meski berbeda dengan dwifungsi saat orde baru, ia menilai aturan ini tetap akan berpotensi menimbulkan masalah struktural dalam sistem pemerintahan.
“Zaman Orde Baru, tentara bisa jadi gubernur, bupati ditunjuk, bukan dipilih. Sekarang dwifungsi memang dalam skala yang lebih terbatas," kata dia.
Savic menyoroti persoalan fundamental jika melibatkan prajurit di jabatan sipil. Ia mempertanyakan loyalitas dan independensi mereka ketika nantinya ditempatkan di institusi sipil.
"Dalam ketentaraan, ada hierarki komando. Tentara harus taat pada atasannya. Ketika ia di komando departemen lain, dia taatnya kepada siapa? Jenderal atau departemennya?" kata dia.
Lebih jauh, Savic juga menyoroti perbedaan kultur militer dengan sistem pemerintahan yang terbuka. Di mana, prajurit terbiasa dengan perintah, bukan melalui diskusi.
"Perwira dididik dengan komando dan disiplin yang memang dibutuhkan dalam kemiliteran. Ketika menjabat di republik yang menuntut keterbukaan, sikap yang bisa menerima kritik, saya kira secara kultural tidak sangat siap," kata Savic.