DPR Desak Kejagung Buka Bukti Keterlibatan Direktur JakTV Merintangi Penyidikan


Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rudianto Lallo mendesak Kejaksaan Agung untuk membeberkan bukti penetapan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar (TB) sebagai tersangka obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
Menurutnya, langkah hukum Kejagung tak lazim karena penggunaan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk tersangka perintangan penyidikan tidak tepat.
"Karena dianggap ada konten-konten provokasi atau konten-konten mengkritisi, konten-konten negatif, dan sebagainya," kata Rudianto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/4).
Berdasarkan hal itu, ia menilai Kejagung perlu membeberkan bukti sehingga menetapkan TB sebagai tersangka obstruction of justice. "Harus dibuktikan betul, karena sepengetahuan saya hal ini tidak pernah terjadi," katanya.
Adapun, Pasal 21 UU Tipikor berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau 33 denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar menyatakan Kejagung tidak antikritik. Ia mengatakan tak mempermasalahkan berita yang ditayangkan, termasuk dari Jak TV.
"Bahkan kami selalu menjadikan media menjadi tempat kami untuk bertanya dan refleksi diri," kata Harli usai bertemu dengan jajaran Dewan Pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (22/4).
Ia mengatakan, dalam perkara yang menjerat TB, ada pemufakatan jahat antara tiga tersangka perintangan penyidikan perkara tersebut. Harli menjelaskan, ada informasi yang tak dikemas secara tidak benar.
"Seolah-olah institusi ini busuk. Padahal kenyataanya tidak demikian. Informasi yang tidak benar dikemas. Untuk apa? Memengaruhi opini," kata dia.