Profil Marsinah, Aktivis Buruh yang Didukung Prabowo jadi Pahlawan Nasional

Ferrika Lukmana Sari
1 Mei 2025, 13:21
Prabowo
ANTARA FOTO/Novrian Arbi/nym.
Massa yang tergabung dalam Aliansi Simpul Puan membawa foto Marsinah dalam aksi saat peringatan Hari Perempuan Internasional 2024 di Bandung, Jawa Barat, Jumat (8/3/2024). Peringatan Hari Perempuan Internasional 2024 tersebut dijadikan momentum untuk berkampanye dan menuntut kesetaraan, inklusivitas dan menghapus kekerasan seksual pada perempuan.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap usulan menjadikan aktivis buruh Marsinah sebagai pahlawan nasional. Pernyataan ini ia sampaikan dalam pidato peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/5)

“Dalam pertemuan, para tokoh buruh menyampaikan kepada saya, ‘Pak, kenapa tidak ada pahlawan nasional dari kaum buruh?’” kata Prabowo di hadapan ribuan buruh.

Prabowo meminta para pimpinan buruh kemudian mengusulkan nama Marsinah sebagai calon pahlawan nasional. Pihaknya juga menyatakan siap mendukung sepenuhnya jika usulan tersebut disepakati secara kolektif.

“Mereka kemudian menyampaikan, bagaimana kalau Marsinah, Pak? Marsinah jadi pahlawan nasional? Saya jawab, asal seluruh pimpinan buruh mewakili kaum buruh sepakat, saya akan mendukung,” ujar Prabowo yang disambut riuh tepuk tangan massa buruh.

Profil Marsinah

Marsinah dikenal sebagai simbol perjuangan buruh Indonesia. Ia lahir di Nganjuk, Jawa Timur, pada 10 April 1969, dan bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik pembuat arloji.

Wanita lulusan SMA ini aktif mengikuti aksi-aksi menuntut kenaikan upah dan perbaikan kondisi kerja. Pada awal Mei 1993, ia ikut dalam aksi mogok kerja massal bersama rekan-rekannya.

Marsinah terlibat aktif dalam perencanaan aksi unjuk rasa buruh. Ia menghadiri rapat pada 2 Mei 1993 di Tanggulangin, Sidoarjo, yang membahas rencana aksi tersebut.

Pada 3 Mei 1993, para buruh mulai menggelar aksi dengan mencegah rekan-rekannya masuk kerja. Aksi ini mendapat respons dari Komando Rayon Militer (Koramil) setempat yang turun tangan untuk menghentikannya.

Pada 4 Mei 1993, para buruh melakukan mogok kerja total. Mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk kenaikan upah pokok dari Rp1.700 menjadi Rp2.250 per hari, serta pemberian tunjangan tetap sebesar Rp550 per hari yang tetap diterima meskipun buruh tidak masuk kerja.

Namun tak lama kemudian, Marsinah ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubuk di Wilangan, Nganjuk, yang berada sekitar 200 km dari tempatnya bekerja. Ia dibunuh secara keji di masa Orde Baru.

Pembunuhan Marsinah menjadi salah satu simbol pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat terhadap buruh, dan hingga kini kasusnya belum terungkap tuntas.

Setiap peringatan Hari Buruh, namanya terus digaungkan sebagai wujud keberanian, keteguhan, dan pengorbanan dalam memperjuangkan keadilan bagi pekerja.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ferrika Lukmana Sari, Antara

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan