Bahlil sebut Indonesia Belum Impor Minyak dari AS, Masih Tunggu Kesepakatan

Mela Syaharani
2 Mei 2025, 16:12
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberikan sambutan saat peresmian pabrik pemurnian logam mulia atau Precious Metal Refinery (PMR) milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur, Senin (17/3/2025). Pabrik pemurnian log
ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/nym.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberikan sambutan saat peresmian pabrik pemurnian logam mulia atau Precious Metal Refinery (PMR) milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur, Senin (17/3/2025). Pabrik pemurnian logam mulia dengan nilai investasi Rp10 triliun itu dapat mengolah lumpur anoda menjadi 50 ton emas dan 210 ton perak batangan per tahun yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dan kemandirian nasional serta memperkuat peran Indonesia sebagai salah sat
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia memastikan, Indonesia belum mulai mengimpor tambahan komoditas energi seperti minyak mentah, dan LPG dari Amerika Serikat. Impor tambahan ini dilakukan dalam rangka mengurangi defisit neraca perdagangan antara Indonesia dengan AS.

Bahlil menyebut, negosiasi antar dua negara masih berlangsung. Meski masih berjalan, Bahlil mengatakan pihaknya sudah membahas dengan tim Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

“Karena belum ada satu keputusan yang pasti tentang poin-poin apa saja yang akan disepakati, maka kami sampai dengan sekarang belum mengeskalasi terhadap impor tambahan,” kata Bahlil saat ditemui di kantornya, Jumat (2/5).

Bahlil menyebut, impor LPG dari AS masih mencapai 59%. Demikian pula dengan impor minyak dari AS yang baru mencapai 6%-7% dari total keseluruhan.

Impor LNG

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan, Indonesia melihat peluang untuk meningkatkan impor energi, khususnya gas alam cair atau liquefied natural gas dari AS. Menurutnya, kapasitas produksi dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan dalam negeri.

“Jadi, ini semua adalah area di mana kita tentu dapat melakukan outsourcing minyak dan gas dari AS, termasuk produk Boeing dan sebagainya. Ada juga beberapa komoditas serta produk manufaktur di mana kita dapat mempersempit, mengurangi, atau bahkan menghilangkan surplus ini,” kata Sri Mulyani dalam siaran pers, dikutip Senin (28/4). 

Berbeda dengan Sri Mulyani, Bahlil menegaskan hingga saat ini tidak ada pembicaraan terkait impor gas alam cair (LNG) dari Amerika Serikat (AS). Hal ini dilakukan untuk mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia dan AS yang mencapai US$ 14,6 miliar atau Rp 246 triliun.

“Kemarin, dari pembicaraan saya dengan bapak Presiden tidak ada impor LNG. Jadi saya tidak tahu. Saya tidak mengomentari sesama menteri,” kata Bahlil saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (28/4).

Bahlil mengatakan, kondisi Indonesia saat ini masih memungkinkan untuk mencukupi kebutuhan LNG dalam negeri menggunakan pasokan domestik. Menurutnya, saat ini pemerintah tengah menyusun cara untuk mengurangi defisit neraca perdagangan dengan AS.  

Dari sektor energi, Indonesia berencana mengimpor beberapa komoditas seperti liquified petroleum gas atau LPG, BBM, dan minyak mentah atau crude. “Itu nilainya kurang lebih sekitar US$ 10 miliar. Karena kan kita punya defisit kan sekitar US$ 14,6 miliar tapi diakui oleh AS US$ 17,9 miliar,” ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan