Bos Buzzer Jadi Tersangka Perintangan Penyidikan Kasus Timah hingga Ekspor CPO


Kejaksaan Agung menetapkan Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki (MAM), sebagai tersangka perintangan penyidikan tiga perkara yang tengah ditangani penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, MAM dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa, ataupun para saksi terkait tiga kasus korupsi.
Tiga kasus tersebut adalah perkara tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022, perkara tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2023, dan perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit dalam bulan Januari 2022 sampai dengan bulan April 2022.
"Penyidik berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap MAM dan beberapa saksi lainnya dikaitkan dengan keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang telah diperoleh selama penyidikan, tim penyidik pada Jampidsus menyimpulkan telah terdapat dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka," kata Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Rabu (7/5) tengah malam.
Buat Narasi Menyesatkan soal Penyidikan
Qohar menuturkan, MAM berperan merekrut, menggerakkan, dan membayar buzzer untuk merespons dan memberikan komentar bernada negatif terhadap penyidikan tiga perkara itu dalam konten yang dibuat oleh tersangka lainnya yakni TB selaku Direktur Pemberitaan Jak TV.
Qohar menyebut, MAM atas permintaan tersangka lainnya yakni Marcella Santoso (MS) membuat tim Cyber Army dan kemudian membaginya menjadi lima tim yakni tim Mustofa 1 hingga 5, yang mana menampung sekitar 150 buzzer.
"Kemudian merekrut, menggerakkan, dan membayar buzzer-buzzer tersebut dengan bayaran sekitar Rp 1,5 juta per buzzer untuk merespons dan memberikan komentar negatif terhadap berita-berita negatif dan konten negatif yang dibuat oleh tersangka TB tentang penanganan perkara a quo," kata Qohar.
Pengerahan itu dilakukan ketika tahapan penyidikan, penuntutan, maupun saat pemeriksaan di persidangan yang saat ini tengah berlangsung.
Selain itu, tambah Qohar, MAM juga membuat konten yang dianggap penyidik menyesatkan, dengan narasi menilai perhitungan kerugian negara yang dilakukan penyidik keliru dan diunggah di media sosial TikTok, Instagram, serta Twitter.
Qohar menyebut, MAM juga telah merusak serta menghilangkan barang bukti berupa ponsel yang berisi percakapan dengan tersangka MS dan tersangka Junaedi Saibih (JS) terkait isi konten yang akan dipublikasikan.
MAM disebut menerima upah sebanyak Rp 865,5 juta terkait perannya itu, yang diberikan secara terpisah sebanyak dua kali, pertama Rp 697,5 juta yang dikirim MS dan diberikan melalui staf di bagian keuangan kantor hukum AALF, serta sebanyak Rp 167 juta melalui kurir di kantor hukum AALF.
"Sehingga jumlah total uang yang diterima MAM dari MS sebanyak Rp 864.500.000," kata Qohar.
Qohar mengatakan, MAM dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kebutuhan penyidikan, MAM ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari kedepan.