Komdigi Batasi Kepemilikan Kartu SIM Maksimal 3 per Orang Demi Tekan Spam Call
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana untuk memperbarui data kepemilikan Kartu SIM untuk menekan jumlah panggilan telepon yang tidak diinginkan atau spam call.
Menkominfo Meutya Hafid menegaskan bahwa pemerintah akan mengatur agar setiap warga dengan nomor induk kependudukan (NIK) hanya boleh memiliki maksimal tiga nomor kartu SIM aktif.
Meutya sudah berkomunikasi dengan operator untuk melakukan pendataan ulang dan memperbarui data semua kartu SIM yang ada. Komdigi mendorong operator agar mau membersihkan data kartu SIM yang tidak terdaftar sesuai dengan NIK.
“Kami sedang kerja sama dengan operator untuk melakukan pendataan ulang, pemutahiran data. Kalau mereka menemukan ada satu NIK dengan banyak nama, ya harus dibereskan,” kata Meutya di Istana Merdeka Jakarta pada Kamis (15/5).
Mulai Beralih ke Esim
Pemerintah juga mendorong masyarakat yang sudah memiliki hand phone (HP) dengan fitur eSim untuk beralih dari SIM fisik ke Esim. Meutya menilai penggunaan eSIM lebih aman karena proses aktivasinya bisa menggunakan data biometrik untuk memverifikasi identitas pengguna.
“Karena ada data biometrik yang dilakukan untuk memastikan bahwa orang ini benar dengan NIK yang tepat. Jadi tidak ada atau meminimalisir pencurian data,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar itu juga menyoroti bahwa jumlah kartu SIM yang beredar di Indonesia lebih banyak daripada jumlah penduduk. Saat ini, ada sekitar 315 juta kartu SIM aktif, sementara jumlah penduduk Indonesia hanya sekitar 280 juta.
“Selisihnya itu dipakai apa saja? Bisa jadi memang ada satu orang yang memiliki beberapa. Karena itu kita akan melakukan pemutahiran data untuk kartu SIM,” kata Meutya.
Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara penerima panggilan telepon spam terbanyak di dunia. Berdasarkan laporan dari aplikasi Truecaller, para pengguna rata-rata menerima 27,9 panggilan spam setiap bulannya.
Panggilan tersebut paling banyak berasal dari layanan finansial, yaitu sebesar 40%. Namun, kenaikan paling besar berasal dari panggilan penipuan, dari 10% pada 2018 menjadi 21% pada tahun ini.
Truecaller menyebutkan bentuk penipuan yang sering terjadi adalah panggilan palsu dari rumah sakit agar pengguna mengirim sejumlah uang untuk biaya perawatan kerabat yang sedang sakit.
Selain panggilan, spam muncul dalam bentuk pesan singkat atau SMS. Setiap pengguna di Indonesia rata-rata menerima 46 pesan sejenis itu per bulan.
