Eks Dirjen Kominfo Semuel Abrijani Jadi Tersangka Kasus Korupsi PDNS


Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menetapkan lima tersangka terkait kasus dugaan korupsi proyek pusat data nasional sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo (saat ini menjadi Komunikasi dan Digital atau Komdigi) periode 2020-2024.
Salah satu tersangka yaitu mantan Dirjen Aptika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan.
"Pertama, Semuel Abrijani (mantan) Dirjen Aptika Kemenkominfo," kata Kajari Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, di Kejari Jakpus, Kamis (22/5).
Adapun, empat tersangka lainnya yakni Direktur Informasi Publik Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Bambang Dwi Anggono (BDA); Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan dan pengelola PDNS Kominfo, Nova Zanda (NZ). Dua tersangka lainnya merupakan pejabat pada perusahaan swasta yakni AA dan PPA.
Untuk kepentingan penyidikan, para tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan. Semuel dan Nova akan ditahan di Klas 1 Jakpus, Bambang di Klas 1 Cipinang, AA di Rutan Salemba Kejagung dan PPA di Rutan Pondok Bambu Jaktim.
Dugaan korupsi pengadaan barang/jasa dan pengelolaan PDNS Kominfo pada 2020 – 2024 diperkirakan menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 500 miliar. Kasus diawali pada 2020, saat Kominfo melakukan pengadaan barang/jasa PDNS dengan total pagu anggaran Rp 958 Miliar.
Pejabat Kominfo dan perusahaan swasta melakukan pengondisian untuk memenangkan PT AL dengan nilai kontrak Rp 60 miliar. "Kemudian pada 2021 perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp 102 miliar lebih," ujar Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Bani Immanuel Ginting di Jakarta pada 14 Maret.
Pada 2022, ada pengondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan swasta tersebut, untuk memenangkan PT AL dengan cara menghilangkan persyaratan tertentu. Korporasi ini pun akhirnya terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp 188 miliar lebih.
PT AL kembali memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak Rp 351 miliar pada 2023 dan Rp 256,6 miliar tahun lalu.
"Perusahaan itu tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301," kata Bani.
Dikutip dari ISO.org, ISO 22301 adalah standar internasional yang menetapkan persyaratan untuk Sistem Manajemen Keberlangsungan Bisnis atau Business Continuity Management System (BCMS).
Standar itu dirancang untuk membantu organisasi mempersiapkan, merespons, dan memulihkan sistem dari insiden yang mengganggu, seperti bencana alam, serangan siber, atau gangguan operasional lain. Standar ini mencakup berbagai elemen, termasuk analisis dampak bisnis, penilaian risiko, strategi keberlangsungan bisnis, dan prosedur pemulihan.
Dengan menerapkan ISO 22301, organisasi dapat meningkatkan ketahanan operasional dan memastikan kelangsungan layanan penting selama situasi krisis. Selain itu, meminimalkan dampak dari gangguan dan memastikan pemulihan yang cepat dan efektif.
ISO 22301 merupakan syarat penawaran untuk pertimbangan kelaikan yang ditetapkan oleh Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN.