KLH Siapkan Sanksi ke Empat Perusahaan Terkait Tambang Nikel di Raja Ampat

Muhamad Fajar Riyandanu
10 Juni 2025, 19:16
nikel, raja ampat, tambang
Greenpeace Indonesia
Tambang di wilayah Raja Ampat
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Lingkungan Hidup tengah mengkaji beberapa sanksi kepada empat perusahaan yang melakukan aktivitas petambangan di Kawasan Geopark, Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Empat perusahaan tersebut merupakan korporasi pertambangan yang izin usahanya telah dicabut, yakni PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Nurham.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan pihaknya akan bertolak ke empat lokasi pertambangan nikel tersebut. Adapun PT Anugerah Surya Pratama tercatat memiliki IUP operasi produksi seluas 1.173 hektare (ha) di Pulau Manuran. Sedangkan PT Kawei Sejahtera Mining seluas 5.922 ha di Pulau Kawe.

Selanjutnya, PT Mulia Raymond Perkasa tercatat memiliki izin usaha di lahan seluas 2.193 ha di Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun serta PT Nurham seluas 3.000 ha di Yasner Waigeo Timur.

Hanif mengatakan, kunjungan tersebut merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan pengawasan di sektor usaha pertambangan. Dia mengatakan, ada tiga mekanisme sanksi kepada empat perusahaan tersebut, antara lain sanksi administratif, sengketa lingkungan hidup melalui hukum perdata dan gugatan pidana lingkungan.

"Ini ada potensi pidana terkait kegiatan pertambangan yang telah dilakukan," kata Hanif di Istana Merdeka Jakarta pada Selasa (10/6).

Selain itu, Hanif juga menekankan empat perusahaan wajib melaksanakan pemulihan di lahan terdampak. Kementerian Lingkungan Hidup bakal menggandeng Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar perusahaan tetap bertanggungjawab untuk memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkan.

"Intinya kegiatan yang telah dilakukan wajib melakukan pemulihan di sana, tidak berarti dicabut kemudian selesai," ujar Hanif.

PT Kawei Sejahtera Mining tercatat terakhir kali melangsungkan aktivitas produksi pada 2024 dengan volume 1,3 juta wet metric ton. Perusahaan ini tercatat mulai berproduksi pada 2023 dan tahun ini berhenti berproduksi karena sedang dilakukan evaluasi kewilayahan dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

Sementara itu, PT Anugerah Surya Pratama telah berhenti berproduksi sejak 2015. Melansir siaran pers Kementerian ESDM, perusahaan tersebut telah memiliki dokumen amdal pada tahun 2006 dan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) di tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat.

PT Mulia Raymond Perkasa merupakan pemegang IUP dari Surat Keputusan Bupati Raja Ampat No. 153.A Tahun 2013 yang berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033. Kegiatan masih tahap eksplorasi pengeboran dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.

Sementara PT Nurham merupakan pemegang IUP berdasarkan Surat Keputusan Bupati Raja Ampat No. 8/1/IUP/PMDN/2025. Perusahaan ini memiliki izin hingga tahun 2033 dengan wilayah seluas 3.000 hektar di Pulau Waegeo. PT Nurham telah memiliki persetujuan lingkungan dari Pemerintah Kabupaten Raja Ampat sejak 2013, namun hingga kini perusahaan belum berproduksi.

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengatakan menyatakan bahwa pemerintah mencabut IUP milik empat perusahaan tersebut karena berada di dalam kawasan Geopark Raja Ampat tersebut. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan