Cerita Prabowo Temukan Prasasti Rasis Jejak Kolonial saat Berenang di Manggarai
Presiden Prabowo Subianto menceritakan pengalamannya ketika menjumlai prasasti bernada rasis peninggalan Belanda saat tengah berenang di Kolam Renang Manggarai beberapa tahun lalu.
Prasasti tersebut bertuliskan pahatan dalam bahasa belanda, verboden voor honden en inlander.
Kalimat berbahasa Belanda itu memiliki arti ‘dilarang masuk bagi pribumi dan anjing’. Tempat maupun fasilitas umum dengan tanda tulisan itu tidak diperuntukkan bagi orang yang berstatus inlander, istilah yang kerap diartikan sebagai pribumi.
Prabowo bercerita, peristiwa ini terjadi pada 1978 kala masih bertugas sebagai prajurit militer berpangkat perwira pertama Letnan Satu (Lettu). “Dulu kita ini pribumi yang dipandang lebih rendah dari hewan,” kata Prabowo saat memberikan arahan Pembukaan APKASI Expo di ICE BSD Tangerang pada Kamis (28/8).
Prabowo mengatakan, belum ada yang menyadari keberadaan prasasti tersebut kala itu karena tertutup lumut-lumut hijau. Ia kemudian memerintahkan anak buah untuk membersihkan lumut itu.
“Kaget saya di prasasti itu dipahat verboden voor honden en inlander. Tertutup lumut, tidak ada yang peduli. Kalau saya dasarnya ingin tahu,” ujar Prabowo.
Cerita Prabowo ini bermula saat menyindir sebagaian kalangan dengan gelar akademis tinggi yang menilai pemikiran pendiri bangsa sudah tidak relavan diterapkan saat ini. Menurutnya, sikap itu berbahaya karena bisa membuat bangsa mengabaikan pasal-pasal penting yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Sebagian dari mereka memandang pendiri bangsa kita seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, Profesor Soepomo, Mohammad Yamin sudah tidak relevan. Padahal mereka mengalami penjajahan, mereka mengerti imperialisme,” ujar Prabowo.
Prabowo secara spesifik menyebutkan Pasal 33 dan Pasal 34 UUD yang merupakan pasal pengaman yang memuat prinsip dasar yang kuat dan berpihak pada kepentingan rakyat banyak. Kedua pasal ini disebut sebagai konsep yang dirancang untuk mencegah terulangnya ketidakadilan ala imperialisme.
“Saya merasa bahwa pasal-pasal penting di undang-undang dasar kita abaikan. Ini yang membuat kita sulit sekarang,” kata Eks Komandan Jenderal Kopassus itu.
Prabowo pun mengingatkan kepala daerah agar tidak terlalu mudah memberi rekomendasi maupun izin pengelolaan sumber daya alam (SDA). Ia meminta para kepala daerah untuk menghindari praktik pemberian izin konsesi yang hanya berorientasi pada keuntungan jangka pendek.
Prabowo menekankan agar para kepala daerah merujuk instrumen Pasal 33 UUD sebagai pedoman utama dalam mengelola SDA di daerah masing-masing. "Pasal 33 ini supaya menjadi pegangan untuk bupati. Saudara jangan terlalu murah memberi izin, memberi rekomendasi. Ingat anak dan cucumu," ujar Prabowo.
Menurut Ketua Umum Gerindra ini, cabang-cabang produksi strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus tetap dikuasai negara. "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan," kata Prabowo.
Pada momen tersebut, Prabowo juga menargetkan pemerintah dapat mengambil 3,7 juta hektare (ha) lahan perkebunan sawit dari para pengusaha nakal pada September tahun ini. Ia menyoroti sejumlah perilaku menyimpang sejumlah pengusaha yang menyalahgunakan konsesi yang diberikan oleh pemerintah.
Ia menjelaskan ada beberapa pengusaha yang tidak membayar pajak hingga menggarap kawasan hutan lindung secara ilegal. Di sisi lain, pemerintah sudah memberikan izin hak guna usaha (HGU) hingga insentif kredit dari bank pemerintah.
“Sudah dikasih masih melanggar, masih tidak mau bayar pajak, masih menipu-nipu. Menganggap pemerintah Indonesia itu bisa diatur,” ujarnya.
